(Fiksi) Tara-Dita *COMPLETED*



New Part .. New Part .. !
Part 16, 17, 18 adalah part baru dan juga akhir dari cerita Tara-Dita :')
akhirnya selesaii *elapin air mata*

terimkasih buat teman-teman yang sudah meluangkan waktu buat baca, dan semua komentar-komentar dan masukan buat cerita ini sampe bisa selesai.
maaf karena banyak typo disana sini dan maaf juga kalo cerita yang dibaca ternyata random dan ngga bagus hehe..

pokoknya ngga ada kata lain selain terimakasih :*



1. Silence is Hurt
Maaf jika aku cemburu..
Maaf jika aku terlalu berlebih-lebihan padamu..
Maaf jika aku mulai meragu saat ini..

Ternyata, bukan hanya aku dan kamu yang terlibat dalam cerita ini, sekarang ada dia yang perlahan kamu bawa mengikuti jalan cerita kita.
Beberapa waktu lalu kita masih terhanyut dalam canda, saling mengucap rindu dan melempar pujian tanpa henti, berjalan seiringan dengan tangan tergenggam erat. Sungguh berbanding terbalik sekarang, kamu tau besikap seperti itu sama saja membunuhku secara perlahan. Jika memang aku salah saat aku berhadapan dengan mu tegurlah aku jangan malah diam dalam bisu. aku bukan cenayang yang bisa mengerti isyarat diam mu itu.

Sudah 2 jam aku duduk di hadapan Tara, diantara frozen yoghurt dan ice cream caramel yang mulai meleleh, tanpa sepatah katapun dan dengan tatapannya yang kurasa tak biasa sekarang.

"Tara... kamu masih marah soal kejadian kemarin ?" tanyaku hati-hati.
aah.. bodoh! tentu saja Tara marah, laki-laki mana yang tidak marah saat melihat kekasihnya beradu mulut dengan perempuan lain ditempat umum seperti bioskop mall yang ramai dikunjungi saat akhir pekan.
Aku yakin Tara tidak hanya marah padaku tapi dia juga malu mempunyai kekasih yang sangat tidak bisa menahan diri meluapkan emosinya.

"Aku ngga terima kalau Lyta bilang kamu pacarin aku cuma gara-gara taruhan atau pelampiasan karena kamu ditinggalin dia..!" 

"PRAMUDITA !!!" Suara itu... Suara Tara yang meninggi dan menyebut nama depan ku dengan lengkap sontak membuat mulut ku terhenti, segala pembelaan sepertinya akan percuma saja saat ini. Fixed! kali ini Tara benar-benar marah padaku.

Aku hanya bisa menunduk dan memasang wajah sendu, biasanya kalau aku sudah seperti ini Tara akan mengusap rambut ku dan meminta maaf karena telah membentak ku tanpa sadar.
2 menit.... 5 menit.... 10 menit.... dan Tara masih tidak beranjak dari tempat duduknya. 
Ayolaaah Tara maafkan aku, maafkan aku yang terlalu kekanak-kanakan menghadapi mantan pacarmu yang terus mengganggu itu. Tanpa aku sadari air mataku sudah menetes, aku menenggelamkan wajahku pada lengan yang kulipat diatas meja. Aku tak peduli sekitar yang sudah mulai menatapku lalu bergantian menatap Tara yang masih saja diam dalam duduknya. Dalam benak mereka mungkin Tara adalah lelaki berengsek yang tega membuat gadis mungil seperti ku menangis di tempat umum seperti ini, tapi sejujurnya aku tersakiti bukan karena Tara membentak memanggil namaku, tapi lebih karena diamnya Tara dan saat dia memanggil nama ku dengan lengkap dan fasih ! Hey... Dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya.

-Tara-

"Maafin aku sayang.. aku sebenernya ngga tega liat kamu nangis gini, tapi kemarin kamu emang udah keterlaluan banget. Aku ngga liat lagi Dita yang lembut dan anggun, aku juga ngga ngerti lagi gimana caranya biar kamu percaya sama aku sepenuhnya kalau Lyta itu cuma masa lalu.."

Gue memandang gadis mungil ini terus, ada perasaan bersalah saat gue bikin dia nangis karena gue ngebentak dia dengan suara gue yang cukup keras sampai beberapa orang di cafe ini melirik ke arah kami. Tapi gue udah cukup sabar ngadepin Dita yang punya sifat cemburu akut sama gue. Gue tau cara gue ini salah, tapi paling tidak gue pengen dia tau kalo gue juga bisa marah saat dia udah mulai keterlaluan nanggepin sesuatu yang terlalu berlebih seperti ini.

Kejadiannya adalah saat gue sama Dita lagi ngantri untuk beli tiket nonton di mall sekitaran S.Parman.
gue ngga menemukan keanehan disana saat gue selesai ngantri dan dapetin dua tiket di kursi favorite Dita.
Tapi tiba-tiba perasaan gue mendadak ngga enak, timbul rasa risih yang tiba-tiba dateng waktu gue liat Erlyta Arienta Jovita. Yaaa.. dia adalah mantan gue yang "paling serius" sebelum gue ketemu sama Dita. 
Dita yang yang sadar sama gelagat gue, melihat sekeliling dan yaak.. dia berhasil menemukan Lyta tepat di arah jam 3 dari tempat Dita Berdiri.

"Udah yaa sayang, kita tunggu disana aja.." bujuk gue ke Dita.

"Aku mau Ice Tea yang..." Tanpa rasa curiga gue beliin Dita Ice Tea, tapi tumben banget kali ini dia minta yang ukuran large, padahal kemarin-kemarin dia ngga pernah mau kalo gue beliin minum ukuran large, nanti kembung katanya hahaha gadis ini emang selalu sukses bikin gue ketawa bahagia waktu deket dia.

Kaki Dita goyang-goyang mengayun kedepan kebelakang, tatapan terus mengamati Lyta yang sedari tadi emang ngelempar senyum ke gue, dan gue sendiri, gue berusaha sebisa mungkin untuk ngga mandang ke arah Lyta. 

"Sayang, aku ke toilet dulu yaa..." Pamit gue sama Dita.

Betapa kagetnya gue saat gue balik ke tempat Dita nunggu orang-orang udah berkerumun disana, dan kalian tau, orang-orang itu lagi nontonin Dita sama Lyta yang lagi beradu mulut dengan keadaan baju Lyta yang basah. Gue yakin itu dari Ice Tea ukuran Large yang gue beliin tadi. Gadis gue ternyata bisa seberani ini.

"Udah yaaang... Malu diliatin orang !!!"

Gue menarik tangan Dita supaya berhenti mengumpat ke arah Lyta, tapi sayangnya bibir Dita terlalu mungil dan tipis untuk bisa nahan semua unek-unek dia yang kependem selama ini. Lyta sendiri malah nyengir-nyengir liat Dita yang udah emosi banget gini.
Lyta narik tangan gue, dan langung cium pipi gue depan Dita yang lagi emosi !!
dan semakin terbakarnya dita, dia maju nyamperin Lyta dan nampar wajah cewe cantik itu. Sebelum semuanya semakin parah gue tarik paksa tangan Dita untuk keluar dari gedung Bioskop itu, gue cukup bete karena gue ngga jadi nonton dan malu kenapa gadis gue bisa jadi sekasar ini.

-Dita-

Pandangan ku terus mengarah ke Lyta dan teman-temannya. Aku heran kenapa sih gadis yang bisa dibilang cukup cantik, ralat! bisa terbilang sangat cantik ini maksudku, bisa punya hobi mengusik hubungan orang lain.
Lyta terus memandangi Tara dan sesekali mengeluarkan senyum manisnya untuk menarik perhatian Tara. Tiba-tiba hatiku terasa menghangat...

Saat Tara pamit untuk ke toilet, Aku sedikit terhentak karena Lyta yang sedari tadi diam beranjak dari tempat duduknya dan mulai menghampiri ku.

"Ternyata, Tara masih belom bisa ngobatin sakit hatinya dari gue.."

"Maksud loe ?" Tanya gue terbelalak.

"Jangan naif deh Dit, loe tuh kapan sih sadarnya.. Tara tuh pacarin lo cuma sebagai pelampiasan karena gue udah ninggalin dia kemaren.."

Sial!! kenapa aku diam.

"Jangan pura-pura bodoh juga Dit. Loe tau kan kalo loe juga cuman dijadiin bahan taruhan Tara sama teman-temannya? Makannya Loe jangan terlalu berharap banyak deh! Loe tuh cuma tinggal nunggu waktu aja buat ditinggalin Tara, dan Tara pada akhirnya akan ngemis-ngemis lagi untuk kembali ke gue."

Tangan kiri ku mengepal dan badanku terasa bergetar tapi anehnya aku tidak mengeluarkan sepatah katapun. Hatiku bukan hanya menghangat tapi juga menjadi semakin panas karna ulah perempuan iblis ini.
Tanpa aku sadari tangan kananku yang sedang menggenggam ice tea,berhasil mengayun menuju tubuh indah Lyta. Dia basah dan kaget menerina guyuran ice tea yang pasti terasa memalukan untuknya.

"Daaaamnnnn!!" Teriak Lyta.

"Gue heran sama lo yaa Lyt.. Loe cantik, terkenal, pinter tapi sayang loe ngga punya hati ! Gue ngga tau kenapa selama ini loe terus gangguin hubungan gue sama Tara, tapi yang perlu loe tau Tara sayang sama gue dan dia ngga mungkin ninggalin gue kayak apa yang loe bilang, kalaupun dia nunggu waktu, ngapain dia harus nunggu selama 2 tahun untuk bisa pergi dari gue? Loe emang gila Lyt.."

Lyta hanya tersenyum mendengar ucapanku, Tara yang sudah berusaha menarik tanganku berusaha melerai pertengkaran yang sungguh akupun dibuat malu perempuan gila ini.

"Pramudita Shula Elyesia..seharusnya lo sadar, seorang Tara mana mungkin suka sama cewe pecicilan kayak loe, kalopun Tara mau serius sama cewe yang pasti bukan loe orangnya, dia pasti akan cari yang lebih baik dari gue, bukan loe yang sama sekali ngga ada apa-apanya dibanding gue.."

CUP....!!!!
Sebuah kecupan kilat mendarat di pipi Tara, bukan dari ku tapi dari Lyta. sekarang aku bukan hanya merasa panas tapi aku juga merasa terbakar. Dan kamu ... kenapa diam saja sih sayang, kamu ngga tau kalau aku sakit karena ucapan perempuan ini. Aku bosan harus terus-terusan bersabar sama perempuan ini. dan tanpa sadar tanganku mengayun menuju pipi Lyta yang sudah merah karena blush on menjadi semakin merah kerena oleh-oleh dari ku malam itu.

"Ditaaaa! Apa-apan sih!"
Tara langsung menarikku keluar menuju parkiran, dan membawa ku pulang saat itu juga. sepanjang perjalanan Tara hanya diam menatap lurus ke jalan tanpa memperdulikan aku yang merasa 'terbakar'.

"Lyta itu udah keterlaluan banget Tar!" ucapku membuka pembicaraan.

Tara diam..

"Aku kesel sama dia, kenapa dia bahagia banget untuk gangguin aku sama kamu.."

Tara diam lagi...

"Kalo kamu ngga narik aku tadi, mungkin aku udah jambak rambut dia dan....."

"DITA !!" Sentak Tara untuk menghentikan ucapanku. "Kamu pikir kelakuan kayak tadi itu bener Ta? terus kalau aku ngga narik kamu tadi, kamu mau apain dia lagi ? nampar dia lagi ? kamu bukan hanya bikin malu disana, kamu juga bikin keributan disana. Aku ngga suka perempuan kasar."

"Kamu belain dia Tar? Kamu dengerkan apa yang barusan dia bilang, terus kenapa kamu diem aja waktu kamu dicium Lyta? kamu ngga mikirin aku gimana Tar? Kenapa sih harus selalu Lyta yang dapat pembelaan dari kamu? atau emang jangan-jangan kamu emang beneran masih sayang sama Lyta dan cuma jadiin aku pelampiasan aja kaaan ?" kataku berapi-api.

"Cukup Dita !! Aku ngga mau bahas ini lagi.. Aku anterin kamu pulang sekarang"

Aku hanya diam memandang keluar jendela. Ini, untuk kesekian kalinya Tara tidak mau membahas kenapa dia selalu membela Lyta. Aku bukan hanya sedih tapi bagian lain didalam dadaku terasa retak dan terkikis tipis. 
__

Sesuatu terasa di pinggangku, terasa hangat dan semakin hangat saat aku sadar Tara memelukku dari belakang, aku yang tertunduk lalu menengadahkan tubuhku dan menoleh kearahnya. Lalu Tara meletakan kepalanya diantara leher dan pundakku, aku bisa merasakan napasnya berhembus menyentuh kulit dan entah kenapa aku selalu merasa nyaman berada dalam pelukan Tara.

"Jangan lakuin itu lagi sayang ..." ucapnya setengah berbisik dengan lembut.

"Tapi Lyta yang mulai Tar.."

"Siapapun yang memulai sayang, aku ngga suka liat kamu berlaku kasar sama orang."

"Aku ngga bisa diem aja denger semua tuduhan Lyta ke kamu.."

Tara melepaskan pelukannya, mengajakku berdiri dan membalikkan tubuhku. sekarang aku sudah dengan sempurna berada di hadapannya aku sedikit menengadah keatas agar aku bisa menatap manik mata Tara yang tingginya berbeda dari tinggi tubuhku. Tara menatapku lekat-lekat, matanya coklat, bulu matanya lentik dan aku menyukainya. Tara menangkup kedua tangannya ke wajahku, tangannya yang lembut terasa dingin tapi aku menikmati itu.

"Kamu lebih percaya aku atau Lyta?"

"Kamuu...." 

"Jadi apa yang mesti kamu khawatirin lagi sayang? sekarang aku ada buat kamu dan akan terus seperti itu.."
"Tapiii....."

Tara mencubit lebut daguku, menariknya maju untuk bertegur sapa dengan bibirnya. Hanya ciuman kilat, bahkan hampir tak terasa tapi berhasil membungkam mulutku untuk berhenti berucap.

"Tapi kamu cemburu kan ?" tanya Tara dengan wajah jailnya. "Awwwww....." 

Aku menginjak kaki Tara dan sepertinya dia merasa kesakitan terinjak oleh sepatu pep toe baru ku, oh.. maaf maksudku diinjak.

Jauh dalam hatiku, aku masih penasaran dengan cerita Tara-Lyta di masa lalu. 2 tahun aku menjadi kekasih Tara, tak pernah sedikitpun Tara membahas hubungannya dengan Lyta dulu, selalu saja seperti kemarin. Tara selalu membiarkan Lyta berbuat sesuka hatinya, berkata semaunya dan oh .. tentu saja mengganggu hubungan kami pastinya.

Aku bukannya tidak pernah bertanya, tapi saat aku bertanya aku selalu mendapatkan jawaban yang sama! "Aku lagi ngga mau bahas itu, tapi suatu saat aku pasti akan cerita." kata Tara, dan entah kapan suatu saat yang Tara bilang, sampai sekarangpun itu belum pernah terjadi. 

 Saat aku membicarakan Lyta pun Tara selalu terlihat enggan, apalagi kalau aku sudah memuntahkan kekesalan ku tentang Lyta, Tara pasti akan langsung menutup pembicaraan dan memilih untuk membahas hal lain. Dalam pikiran nakal ku, tara tidak ingin Lyta terlihat buruk dimatanya. Aku ingin tahu apakah ada wanita lain yang sama nasibnya sama sepertiku juga ? 2 tahun terus dibayang-bayangi oleh masa lalu kekasihmu yang katanya sudah 'benar-benar' dia lupakan. 


2. No More Hiking

From: Mine's
  Selamat pagi Bapak Kastara Yatha Waradana, weekend ini aku hiking ke Pangrango yaa..
maaf karena lancang ngga ijin dulu, karena aku tau pasti kamu ngga akan ngijinin aku kan? -_-
tapi aku kangen hiking :( dan janji akan jaga diri baik-baik kok, see you on sunday yaa dear aku tunggu dirumah :)
Love you hubby :*



Ini nih, satu lagi kebiasaan Dita yang kadang suka bikin gue geleng-geleng kepala. Dia suka kabur untuk ngelakuin hal-hal yang bisa ngebahayain diri dia sendiri, gue sebenernya ngga ngelarang dia untuk ngelakuin hal yang dia suka dan bikin dia bahagia, tapi untuk yang satu ini gue udah ngga punya stock ijin buat Dita. Jangan kan gue orang tuanya pun gue yakin sebenernya ngga ngijinin Dita hiking, tapi entah apa yang dia bilang sampe akhirnya weekend ini dia bisa pergi. Bukan tanpa alasan juga gue ngelarang Dita untuk hiking, selain karena cuacanya juga lagi ngga bagus, dulu Dita sempet drop waktu dia hiking ke semeru karena kedinginan, ditambah lagi karena maag dia yang udah akut kambuh ditengah jalan, akibatnya begitu turun dia harus jadi tahanan rumah sakit, orang tuanya dan tentu saja gue untuk beberapa hari.

Gue pencet nomer Dita di ponsel gue, dan baguus… ponsel Dita udah ngga aktif dan berarti dia udah mulai naik ke gunung setinggi 3.019 mdpl itu. Awas yaa Nona Pramudita Shula Elyesia.

-Dita-

 “Aaaaaaakkkkk……”Teriak Dita di puncak gunung pangrango.

“Eh.. teriak-teriak udah kayak orang ilang aja loe Dit.” Tegur Alya.

“Salah satu cara gue ngelepas beban Al, loe tau sendirikan masalah gue masih itu-itu aja dan belum ada ujungnya..”

“Masih soal si Lyta yaa ? gue heran deh sama orang itu, dari jamannya kita kuliah demen banget kayaknya nyari masalah..”

Aku hanya tersenyum mengiyakan perkataan Alya, disini, dipuncak pangrango dan di hamparan Lembah kasih di Mandalawangi. Aku benar-benar merasa bebas, menghirup udara yang benar-benar bersih tanpa asap kendaraan sedikitpun. Aku mencintai alam karena dengan ini aku bisa merasa benar-benar menyatu dengan bumi, mendapati bahwa aku hanyalah ciptaan-Nya yang begitu kecil dibanding semesta yang Dia ciptakan.

Setelah berkemah semalam, aku memutuskan turun dari Gunung Pangrango, bersama Alya dan beberapa kawan lain. Sementara sisa rombongan yang lainnya memutuskan untuk lanjut naik ke puncak Gunung Gede. Aku sebenarnya sangat ingin tapi aku sudah janji pada mama kalau aku hanya akan naik sampai puncak Pangrango saja. Ada perasaan berat saat harus turun terlebih dulu dari yang lain, tapi apa boleh buat, setidaknya sampai di Pangrango saja sudah mengobati rasa rinduku pada alam.

Sepanjang perjalanan turun aku berbincang dengan Alya, bercerita tentang keseharian kami, walaupun masih satu kota dengan Alya tapi setelah kami lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing kami menjadi sangat sulit untuk bertemu.

Cuaca tidak mendukung sekali. Saat aku turun tiba-tiba saja gerimis terasa membasahi puncak kepala. Tak ada tempat berteduh, kanan-kiri hanya ada pepohonan dan hutan asri. Saat di cibereum pun sama sekali tak ada tempat untuk berteduh, dan dengan sangan terpaksa aku dan kawan yang lain melanjutkan penurunan kita, hanya dengan menggunakan penutup kepala dari jaket, dan begitu sampai di Talaga Biru..

“Bruuuuuuk…!!!”

“Ditaaa!!” Teriakan Alya menghentikan langkah yang lain.

“Pengang tangan gue Dit..” Alya mengulurkan tangannya dan setelah dibantu beberapa teman lain aku berhasil kembali keatas, aku baru saja terjatuh di tepian anak tangga tanah merah ini. Untung saja tidak curam tapi aku merasa kakiku kaku dan samar-samar rasa perih mulai terasa.

“Dit.. Kaki loe sobek, kayaknya kena batu.. loe masih kuat jalan? “ Tanya Alya Khawatir.

“Iyaa.. ngga apa-apa kok, gue masih kuat. Ayo lanjutin..”

“Seenggaknya obatin dulu Dit, itu darahnya ngga berhenti keluar..”

Alya membatuku untuk membersihkan luka sobek yang aku dapat sore ini dan membalutnya dengan sapu tangan yang selalu Alya bawa kemanapun. Paling tidak darahnya bisa berhenti mengucur dulu kata Alya. Selain itu Alya juga terus mencerocosiku karena aku yang selalu malas pakai sepatu gunung saat mendaki, menurut ku pakai sepatu saat naik gunung itu bikin gerah dan membuat kaki lembab, menggunakan sandal gunung pun sama saja bukan?

Sesampainya aku dibawah dan sudah mendapatkan signal. Puluhan pesan singkat mengantri masuk ke ponselku, beberapa dari mama yang menanyakan keadaan ku, kan sudah kubilang Ma, saat naik gunung aku tidak akan menemukan signal sedikitpun. Beberapa lainnya dan tentu saja yang paling banyak dari Tara, yang… dari gemas, kesal, dan menjadi marah padaku karna aku kabur tanpa pamit padanya. Tapi kan aku mengiriminya pesan sebelum aku naik, itu berarti aku memberi kabar dia dong dan aku tidak bisa dikatakan kabur kalau begitu.

Sebelum mengantarku sampai rumah Alya menawariku untuk mampir ke rumah sakit atau klinik untuk mengecek luka sobek karena terkena batu saat turun dari Pangrango tadi, tapi aku menolaknya dengan alasan aku lelah dan ingin segera tidur, meski ternyata aku sebenarnya takut Mama, Papa dan Tara akan marah saat menemukan aku pulang dengan keadaan pincang seperti ini. Padahal sejujurnya kaki kananku terasa cenat-cenut dan sangat sakit saat aku gerakan sedikit saja. Maafkan Aku Alya.

“Mama kan udah bilang sama kamu Dita, ngapain sih perempuan naik gunung segala, Mas Afree yang cowo saja ngga pernah neko-neko pengen naik gunung kayak kamu, ini malah anak perempuan mau jadi sok jagoan. Kalo udah luka gini terus gimana? Ini pasti luka sobeknya bakalan berbekas Dit..” Omel Mama.

“Aku bukannya mau sok Jagoan Ma, tapi emang karena jalannya licin aja aku jadi kepeleset. Lain kali akan lebih hati-hati deh..”

“Lain kali ? ngga ada lain kali, lain kali lagi. Ini yang terakhir pokoknya Mama ngga mau tau lagi. Kamu udah harus berhenti naik gunung!!”

“Eh… kok gitu sih Ma…”

“Udah ganti baju sana, sore nanti kita ke rumah sakit, Mama ngeri luka kamu infeksi nanti. Oh..iya, Tara dari kemarin teleponin kamu tapi ngga bisa, dikemanain sih ponselnya..”

“Kan aku lagi naik gunung Ma, mana ada signal sih …”

Mama lalu pergi meninggalkan aku terbaring di sofa, tamatlah sudah cerita pendakian ku.
Pesan singkat Tara terus memberondongi ponselku, aku hanya membalas sekadarnya saja, aku tidak mau dia tahu kalau aku luka dan malah ikut-ikutan melarang ku untuk naik gunung.


Dua tangga lagi dan kamu akan sampai Dita….

Gumamku dalam hati, uuh.. menuruni tangga dari lantai 2 rumahku saja rasanya sudah seperti turun dari puncak semeru. Susah payah sekali. Kaki ku semakin terasa nyeri untuk berjalan dan sore ini aku sudah menjadi tahanan Mama untuk dibawa kerumah sakit, padahal dengan istirahat saja aku yakin kok luka ku akan sembuh dengan sendirinya.

“Selamat sore Nona Pramudita Shula Elyesia…”

“Eh.. he.. he.. Kamu ngapain disini ?” kataku terbata-bata.

“Do you remember ? See you on Sunday dear.. “ Kata Tara mengulang ucapan ku di pesan singkat kemarin. Aku menepuk dahiku, rasanya seperti tertangkap basah saat kamu sedang diam-diam menyembunyikan harta karunmu !

“Jadi, mau ngasih pembelaan apa lagi kalo udah ketauan luka gini ?” Tanya Tara setengah mengangkat alisnya semakin terlihat tampan lelakiku ini. Oke maaf salah focus.

“Aku udah hati-hati padahal sayang, Cuma aja aku kepeleset karena pas lagi jalan hujan gerimis dan jalanan licin hehe”

“Kalau kepeleset namanya ngga hati-hati ! udah yaa sayang bandelnya, ini yang terakhir hiking dan aku ngga mau nemuin kamu kabur lagi untuk hiking”

“Hey.. aku bukan buronan dan aku ngga kabur, aku kan pamit sama kamu pagi itu..”
“Whatever you say honey, no more hiking ! dan ini perintah yaa sayang ..” Tara mencubit lembut hidungku.
Aku terdiam..



3. Pertaruhan Harga Diri

Malam ini, Aku makan malam di rumah Tara, bersama Bunda yang baru saja datang dari Jogja. Bunda begitu mengkhawatirkan ku saat dia tau aku terluka saat naik gunung kemarin, bahkan Bunda langsung menelepon Tara saat Tara menemani ku kerumah sakit kemarin. Sekarang Bunda berada di Jakarta, katanya sengaja untuk menengok ku dan Tara yang akhir-akhir ini tidak pernah pulang karena kesibukkannya.



“Bunda senang kalau Dita terus-terusan sama Tara.. Dita anak yang baik.” Kata Bunda yang sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur untuk kami makan bersama nanti.


“Dita juga senang bisa punya Bunda seperti Bunda..”


“Kalian ngga ada rencana untuk lebih serius Dit ? Bunda rasa umur kalian juga udah cukup..”


“Awww…..” Teriak ku dibelakang Bunda.


“Ya.. ampun Dita, hati-hati..”Aku yang sedang memotong sayuran kaget sekaligus bahagia mendengar pertanyaan Bunda. Kalau dipikirkan lagi, memang di umur ku yang sudah 23 dan umur Tara yang 27 bukankah sudah pantas untuk membentuk rumah tangga sendiri ? apalagi secara financial juga aku dan Tara sudah bisa dibilang mampu untuk menghidupi keluarga kecil kami. Tapi sungguh aku tidak pernah terpikir sebelumnya kalau pertanyaan ini akan Bunda sampaikan padaku malam ini.


“Ngga apa-apa Bunda, cuma luka kecil hehe.. Dita sama Tara serius kok Bunda, tapi emang belum ada pemikiran untuk kesana aja Bun..”

“Kenapa belum dipikirkan ? Apa kalian ngga pernah membicarakan ini yaa ?” Aku diam karena pada kenyataannya aku memang tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya dengan Tara.

“Yaa.. Sudah ngga usah terlalu dipikirkan Dit, yang penting Bunda tenang tinggalin Tara di Jakarta, kan ada kamu cantik..” Bunda mengusap lembut rambutku lalu berlalu meninggalkan aku dan kembali asik dengan masakan yang sedang dia siapkan.

Especially for you
I wanna let you know what I was going trough
All the time we were apart, I thought of you

You were in my heart
My love never changed
 I still feel the same

Especially for you
I wanna tell you I was feeling that way too
And if dreams were wings
You know, I would have flown to you

To be where you are
No matter how far
And now that I’m next to you

No more dreaming about tomorrow
Forget the loneliness and sorrow
I’ve gotta say, its all because of you

And we’re back together, together
I wanna show you my heart is oh so true
And all the love I have is especially for you

Especially for you
I wanna tell you mean all the world to me
How I’m certain that our love was meant to be

You changed my life
You showed me the way
And now that I’m next to you

I’ve waited long enough to find you
I wanna put all the hurt behind you
And I wanna bring out all the love inside you

Oh, and now we’re back together, together
I wanna show you my heart is oh so true
And all the love I have is especially for you

(Especially for you, by.MYMV)

Aku sedang duduk bersama Tara yang begitu fasih memetik gitarnya. Sejak pertama kali kami bertemu dan memutuskan untuk memiliki status yang lebih dari seorang ‘teman’ lagu inilah yang selalu Tara nyanyikan untukku dan selalu dengan sukses membuat wajahku perlahan-lahan memerah dan mulai membuat senyum malu-malu mulai tergambar jelas dibibir ku.

“Sayang….” Ucapku menghentikan petikan gitar Tara yang sedang dia mainkan, dan sekarang Tara dengan sukses mengalihkan perhatiannya padaku. Terkadang aku risih, kenapa sih Tara punya kebiasaan untuk focus akan satu hal, apalagi saat sedang berbicara, dia akan sangat dengan hati-hati memperhatikan lawan bicaranya. Tak jarang aku juga bisa gagal karena keterlalu-fokus-an Tara saat bicara denganku, aku takut ada yang salah saat aku berucap. Tatapan Tara sukses membuatku gugup untuk bertanya, padahal aku hanya akan menceritakan tentang pertanyaan Bunda didapur tadi. Tapi apa iya aku harus menanyakan hal ini duluan? Aku kan perempuan…

“Ngga, sayang ngga ada apa-apa hehe, aku lupa mau ngomong apa..”

“Jangan bohong, pasti ada apa-apa kan ? “ mata tara mendelik menatapku, berusaha menemukan sesuatu yang aku sembunyikan, dan dengan cepat dia menemukan itu.

-Tara-

Pernah merasakan saat jantung loe berdegep dua kali lebih cepat dari biasanya, atau saat tangan loe tiba-tiba mendingin saat berhadapan dengan seseorang. Gue sekarang sedang merasakan hal itu semua, buat gue menatap Dita seperti sekarang ini sudah membuat jantung gue bekerja lebih cepat. Dengan menatapnya seperti ini pun gue bisa dengan puas menjelajahi wajah Dita, matanya yang bulat dan bersinar, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis dan berwarna pink terang selalu berhasil membuat gue semakin mencintai perempuan dihadapan gue ini. Apa ini saat nya ? apa ini waktu yang tepat untuk meminta Dita menjadi bagian dari diri gue seutuhnya ? rasanya gue ngga bisa menahan diri gue untuk mencium bibir Dita saat dia sedang tersipu malu seperti ini. Dia begitu menggemaskan.

“Sayang…Kalau emang ngga ada yang mau kamu omongin sama aku, boleh aku tanya sesuatu?”

“Boleh dong yang, apa emangnya ?” Aku mungkin bisa bernapas lega karena akhirnya Tara tidak semakin dalam menyelidiki apa yang aku sembunyikan.

“itu….  Hmmmmm…..” 

Oh God !!! kenapa gue, kenapa gue jadi tiba-tiba sulit untuk mengeluarkan kata-kata. Padahal hanya tinggal bertanya “Maukah kamu menjadi istriku Dita…”sudah begitu saja, tapi kenapa tiba-tiba lidah gue kaku dan sulit sekali mengatakan itu. Oke, gue akuin kalau saat ini gue nervous. Mungkin ini yang orang bilang melamar perempuan adalah sama saja bertaruh harga diri ! dan aku hanya mempertaruhkan harga diriku untuk mu sayang, iya.. malam ini, pertanyaan itu harus terjawab. Wajah Dita semakin serius menatapku, alisnya terangkat keatas memberi isyarat agar aku lekas berucap. Please sayang jangan gigit bibirmu seperti itu, itu membuat aku semakin ingin menciummu.


Aku merogoh kantong celanaku, mengambil sesuatu yang sedari kemarin sudah kupandangi terus dan berhasil membuatku sulit tidur selama 3 hari belakangan ini.

“Pramudita Shula Elyesia.. dengan segala kekurangan yang aku punya sayang, dan dengan segala kelebihan yang kamu miliki, maukah kamu menjadi istriku, menikah dan hidup bersama-sama dengan ku ?” Aaah- dramatis sekali permintaan gue, apa lo ngga bisa sedikit lebih keren Tar saat melamar seaorang wanita ? Gue mengutuk diri gue sendiri.

-Dita-

DEG !!!!
Jantungku seperti melecos keluar, aku ngga salah dengarkan sama apa yang Tara bilang barusan, aku sudah membersihkan telingaku kan saat aku mandi tadi pagi ?. Aku mengantup mulutku, bukankah tadi aku baru saja akan menanyakan hal ini pada Tara, Aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya, tapi yang pasti aku bahagia- bahkan amat sangat bahagia. Harus menjawab apa aku? Tiba-tiba air mataku menetes, kali ini tangis bahagia. Aku memeluk erat Tara dan mengangguk cepat mengiyakan permintaan tara dengan perasaan lega.

“Kamu mau sayang?” tanya Tara untuk meyakinkan dirinya lagi.

Aku mengangguk..

Terimakasih.. Terimakasih.. Terimakasih.. aku seneng banget sayang, aku janji aku ngga akan pernah kecewain kamu, aku akan berusaha jadi suami yang baik buat kamu..” Tara terus mengucapkan terimakasih sambil terus mendekap ku dalam pelukannya, aku bisa merasakan jantungnya berdegup kecang saat itu, saat aku menatap wajahnya, itulah kali pertama aku melihat mata Tara begitu berbinar. Mama, seseorang memintaku untuk menjadi istrinya Ma, dan aku sangat ingin menikah dengan lelaki dihadapan ku ini Ma..

“Kita kasih tahu Bunda yuk sayang, aku yakin Bunda juga pasti bahagia denger anak gantengnya ini udah bisa ngelamar kamu..” Ajak Tara antusian sambil terus memegang erat tanganku.

“Ih.. pede banget kamu sayang, mau aku kasih tau sesuatu?”

“Apa? “

“Aku sayang kamu..” Tara seketika tersenyum mendengar ucapanku, dia memeluku lagi dan mencium keningku.

Tuhan, saat ini aku yakin dialah yang terbaik untukku, lancarkan segala yang kami rencanakan. Buat kami semakin kuat untuk bisa bertahan dari segala hal yang akan kami hadapi nanti sampai waktunya datang.



4.NYONYA KASTARA YATHA WARADANA


Setelah kejadian itu- malam dimana Tara melamarku dan aku menjadi sangat bahagia. Kami berdua jadi sering membicarakan tentang pernikahan. Dari mulai lamaran, gaun, photo pra-wedding sampai adat apa yang akan dipakai nanti saat akad nikah dan resepsi nanti. Oh.. tentu saja rencana honeymoon pun tak kami lewatkan. Entah mengapa, tapi aku begitu antusias dengan ini. Kemarin Tara sudah bilang sama Mama, kalau Bunda akan berkunjung ke Jakarta lagi dalam waktu dekat untuk meminta aku secara resmi.


“Siap ?” Tanya Tara tiba-tiba saat aku baru saja masuk kedalam mobil saat Tara menjemputku dikantor.


“Untuk ?”


“Untuk jadi nyonya Kastara Yatha Waradana..”


“Haha… Sayang kamu bisa aja deh, kirain siap untuk apa..” kataku sambil menepuk pelan dada Tara yang bidang.


“Kalau untuk yang lain, siap ?” mata Tara mendelik.

Tara bergeser dan mengarahkan badannya tepat berhadapan denganku, matanya menatapku tajam dan tanpa ekspresi. Wajahnya kali ini datar dan serius. Lama kelamaan Tara mencondongkan badannya semakin dekat dengan wajahku. Mungkin Tara akan menciumku, tapi bukankah aku dan Tara sudah sering melakukan itu, tapi kenapa kali ini jantungku berdetak lebih cepat yaa, aku memandangi Tara dengan ragu dan mungkin aku merasa takut dengan tatapan Tara sekarang.



“Sayaang… kamu mau apa?” ucapku ragu-ragu.

Tangan tara menjulur ke pundak ku, perlahan dia memurunkan blouse yang aku kenakan, saat ini nafas Tara 
bisa kurasakan meniup dileher, membuatku sedikit bergidik.

“Sayaang… kamu ngga akan ngelakuin itukan sama aku?” untuk kesekian kalinya aku menelan ludah sengan tatapan Tara yang seperti ini, dia terlihat tampan sekali saat aku bisa melihat manik matanya dengan dekat.

Jaket Blouse ku sudah turun sebagian dan wajah tara semakin mendekati wajahku, jantungku berdetak dan aku terpaku tak bergerak bahkan mulutku pun ikut kelu dan tak sanggup untuk berucap. Saat ini hidung kami saling berhadapan, hangat nafas Tara semakin terasa berhembus kencang kurasakan dan saat bibir kami hampir menyatu sedikit lagi- yaa sedikit lagi…

“Hahahaha…” Tara tiba-tiba memuntahkan tawanya dengan lantang dan tak sanggup menatapku, dan aku hanya bisa diam terbengong-bengong menatapi lelaki jail dihadapan ku ini.

“Haha, maaf sayang aku ngga bermaksud tapi muka gugup atau mungkin takut kamu itu lucu banget yang.. hahaha” Aku masih tetap terdiam.

Kali ini tawa Tara mereda, setelah dia menyeka air mata yang keluar karena terlalu banyak tertawa.

“Aku ngga mungkin ngelakuin itu sebelum kita resmi sayang, kamu ngga usah khawatir.. aku bisa sabar kok” Kata Tara sambil membantuku mengenakan kembali blouse yang sudah dia lepas tadi dan tentu saja dengan ucapan lembut dan senyum hangat yang dia berikan untukku, membuat aku ikut melemparkan senyum padanya.

“Jangan jail lagi yaa sayang, kamu mengerikan !!” Ledekku.

“Kalo segini aja mengerikan, apalagi nanti sayang.. apa mau test drive dulu?” kata Tara dengan wajah jailnya.

“Hahaha awas aja sayang kalo kamu berani, aku bilangin Bunda..”

“Biarin, biar cepet di nikahin kan ?”

“Ih.. kamu apaan sih yaang.. “ Aku mencubit perut Tara keras, lalu menjatuhkan tubuhku ke pelukan Tara.
“Aku sayang banget sama kamu Ta..”

Aku hanya tersenyum dalam pelukan Tara, tenggelam dalam kehangatan yang buatku nyaman- amat sangat nyaman. Iya, aku juga sayang sama kamu Tar, sayang banget.

5. UNEXPECTED MEETING

Weekend ini Tara pergi tugas ke Bali untuk mengurusi proyek pembangunan hotel client asing yang tendernya dia menangkan kemarin lusa. Aku sebenarnya berat melepas Tara pergi, bukan kok.. bukan karena aku sudah rindu dia walau kamu baru beberapa hari tidak bertemu, walaupun bisa kubilang iya, tapi aku ingin ikut Tara liburan ke Bali. Tapi sayangnya calon suamiku itu tidak mengijinkan aku untuk ikut dengannya, katanya karena dia tidak akan punya waktu untuk jalan-jalan menjelajahi pantai atau untuk membuang-buang waktunya menunggu sunset pantai yang indah itu. Aah… kamu sok sibuk sekali sayang.

-Tara-

Beberapa jam lalu gue baru saja menapakan Kaki di Bandara Ngurah Rai, dan sekarang gue sudah berada di kamar suite room di daerah Kuta yang sudah perusahaan gue siapkan jauh hari sebelum gue sampai di Bali.

 Gue melihat sekeliling dan berjalan kearah jendela besar yang ada tepat terletak di depan ranjang. Gue melihat  jauh kearah pantai dan menghirup napas panjang tiba-tiba gue teringat wanita gue, Dita. Sebelum gue berangkat dia ngerengek minta ikut karena pengen jalan-jalan di pantai dan juga belanja tentunya. Tapi sayang, gue ngga mau bikin dia bete disini. Gue ngga akan mungkin punya waktu buat nemenin dia jalan-jalan kalo kenyataannya gue ke Bali dihadapkan dengan jadwal meeting dan survey lokasi untuk pembuatan Hotel yang akan gue tanganin. Terkadang, pekerjaan gue sebagai arsitek banyak sekali menyita waktu dan gue ngerasa sedikit bersalah karena gue ngga bisa punya waktu banyak buat nemenin wanita gue saat gue dihadapkan dengan pekerjaan. Dan asal kalian tahu aja, belum sampai sehari gue sampai di Bali, gue sudah sangat merindukan calon istri gue itu.

“Assalamualaikum…”

“Walaikumsalam sayang, How’s Bali?” Sahut Dita antusias dari seberang telepon.

“Yang ditanyain Bali nih? Bukan akunya ?”

“Ups.. haha iya sayang, maaf. Kamu sampai jam berapa udah makan kan?”

“Baru aja sampai hotel kok sayang, nanti aku makannya sekalian dinner sm client. Sayang, pemandangan kamar aku langsung ke pantai kuta loh..”

“Aaaaaaak…… “ Gue menjauhkan ponsel dari telinga gue, ah.. Dita kebiasaan banget sih nih calon istri gue.

“Jangan teriak-teriak dong sayang, telinga aku sakit nih..”

“Kamu jangan bikin mupeng aku makannya, ngga mau tau! Liburan nanti kita harus ke Bali yaa Tar.. Pleaseeee” Terdengar suara Dita yang begitu merengek ke gue membuat gue tertawa mendapati Dita yang seperti anak kecil sekarang.

“Iya sayang.. eh apa ngga sekalian pre-honeymoon aja disini yaang ?”Godaku.

“Iiiiihhh…. Taraaaaaa !! genit banget deh …”

“Hahaha yaudah yaa sayang, aku mau siap-siap dulu.. talk letter yaa sugar, miss you..”

“Miss you too hubby..”

Gue menutup telepon dan tersenyum..

Seharusnya kamar sebesar ini bisa kunikmati berdua dengan Dita, aku sungguh tak sabar untuk memiliki Dita sepenuhnya. Dia begitu menggodaku! Yaa.. aku tau dia tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh tapi bagiku Dita diam dan memasang wajah datarnya saja terlihat begitu sexy. Kalian jangan berpikiran negative dulu sama gue, Gue kan laki-laki normal yang punya hasrat, wajar kan.

**
Ngga gue sangka, meeting gue dengan client ini berjalan dengan lancar, dan selesai lebih cepat. Tahu begitu gue bisa ajak Dita kesini kan untuk Menuhin keinginan dia jalan-jalan ke pantai dan nikmatin sunset disini. Karena gue sudah dipesankan tiket pulang besok sore, jadi gue masih punya waktu 30 jam di Bali dan gue bingung mesti ngelakuin apa. Akhirnya gue menghubungi salah seorang teman gue yang tinggal di daerah seminyak dan dia mengajak gue ke pantai Legian. Saat gue sampai di Legian, gue bisa melihat situasi yang tidak seramai pantai Kuta. Beberapa gue lihat panyak turis yang sedang berselancar-atau-mungkin-belajar-berselanjar dan banyak juga yang berjemur atau hanya sekedar menikmati keindahan ombak di pantai ini. Dita pasti senang kalau gue bawa kesini.

“Tara! “Terdengar suara perempuan memanggil gue dari kejaugan, gue mamandangnya terus sampai wajah perempuan itu terlihat jelas di pupil mata gue. Lyta! Gue ketemu Lyta di Bali.

“Kamu ngapain disini? Aku kangen banget tau Tar sama kamu …” ucap Lyta sambil memeluk gue, gue hanya diam dalam kebingungan. Kebetulan yang pas banget bisa ketemu Lyta disini. Saat gue punya free time dan tanpa Dita. Gue ngga punya banyak alesan untuk bisa nolak ajakan Lyta mengobrol dan berjalan-jalan dipantai Legian. Maafin aku sayang, aku cuma ingin bersikap baik.

“Jadi kamu kesini untuk pekerjaan? “ tanya Lyta yang sedang menyeruput kelapa muda dan meletakannya kembali dipangkuan pahanya yang hanya tertutupi kain pantai.

“Iya..”

“Ngga ada cewe pecicilan yang ngebuntutin kamu dong? Kalau gitu nanti malam temenin aku ke bar yaa Tar..”

“Sorry Lyt, aku capek dan aku cuma pengen tidur..”

“Kalau gitu aku ke kamar kamu yaa, kamu nginep dimana?” Lyta kini semakin mendekatiku, sebelah tangannya 
sudah sukses merangkul pundakku.

“Jangan gini Lyt.. ngga enak diliat orang..” Kataku sebari berusaha melepaskan tangan Lyta yang mengalung dileherku.

“Heloo Tara.. ini bali, wajar kok kalau aku rangkul kamu kayak tadi. Kamu ngga kangen aku Tar?”

“Sebagai teman aku kangen..”

“Aku ngga ngerti kenapa kamu bisa bertahan sama Dita!”

“Maksudmu?” alis ku mengkerut mendengar ucapan Lyta.

“Kamu mau sampai kapan mainin Dita, Tar? Aku tahu kok kamu cuma jadiin Dita bahan taruhan aja kan sama temen-temen kita.. udah deh Tar, aku tahu semuanya, gimana kamu setelah putus dari aku..” Lyta menggenggam tangan gue, gue berusaha menepis tapi gagal. Mata Lyta sepenuhnya menyedot gue untuk tetap terus mandangin dia.

“Mungkin awalnya iya, tapi keadaannya udah beda sekarang Lyt. Aku sepenuhnya sayang Dita. Dan itu ngga akan berubah!”

“Aku tahu kamu masih sayang aku kan Tar? Kita bisa mulai lagi kalau kamu mau..”
Tiba tiba sesuatu menempel dibibir gue, bibir Lyta yang merah berhasil menempel sempurna dibibir gue, mulanya dia melumat bibir gue, mengigitnya pelan dan memainkan lidahnya didalam sana. 1 menit.. 2 menit.. dan gue ngga tau berapa lama gue berciuman dengan Lyta. Ciuman yang panas dan panjang sampai gue sadar dan buru-buru melepaskan ciuman manis Lyta itu. Gue mengambil napas cepat. Tara bodoh ! apa yang loe lakuin sama Lyta tadi itu salah dan bisa nyakitin Dita tau ngga? Gue benar-benar menyesal.

“Sorry Lyt, gue mesti balik ke hotel, dan maaf soal ciuman tadi gue ngga bermaksud..”
Gue pergi meninggalkan Lyta yang masih sempat tersenyum saat gue berpamitan sama dia. Sedang perasaan gue malah dipenuhi dengan  perasaan bersalah dan takut kalau Dita tahu apa yang gue lakuin disini.

__

“Aku lagi packing sayang Flight besok sore, jemput aku setelah pulang kerja yaa.. aku kangen” pinta gue sama Dita lewat telepon.

“As you want hubby.. Eh sayang kamu ngga lupa pesanan aku kan ? pokoknya aku…”
TOK..TOK…TOK….

“Sayang, maaf yaa aku tutup dulu teleponnya kayaknya ada tamu, nanti aku telepon lagi yaa sayang..”

Gue menghampiri pintu dan membukanya perlahan, mata gue sedikit berkerut mendapati Lyta yang ada di depan pintu kamar gue, sendirian, dengan baju seminim ini dan bau alcohol. Tubuhnya sempoyongan dan hampir saja jatuh ketika gue berhasil menangkapnya. Gue melihat sepanjang koridor hotel tidak ada satupun orang yang ada disana, terus gimana caranya Lyta bisa sampai ke kamar gue dan dari mana juga dia bisa tahu kamar gue menginap. Damn moment banget kan. Gue ngga mungkin tinggalin Lyta di depan pintu kamar gue, yang ada gue akan dipanggil sama security hotel dan dikira menelantarkan orang. Dengan ragu gue menggendong Lyta yang tertidur pulas karena efek alcohol dan membaringkannya di tempat tidur.

“Kenapa kamu ngga pernah berubah sih Lyt.. “ Ucap gue pelan. Gue menarik selimut sampai menutupi leher Lyta dan berlalu meninggalkan dia tertidur disana, dan gue memutuskan untuk berbaring disofa.

Mata gue mengerjap-ngerjap sebelum gue mendapati Lyta udah tidur sebelah gue tanpa sehelai pakaian pun. Gue yakin gue ngga ngelakuin apa-apa sama Lyta. Dan itu ngga mungkin terjadi. Gue ngga mungkin ngelakuin itu sama Lyta. Gue terpaku menatap Lyta yang masih tertidur di dada gue.

“Selamat pagi sayang..” mata Lyta mengerjap menyesuaikan cahaya matahari dari luar, mengecup pipi gue dan kembali dalam pelukan gue.

“Lepasin gue Lyt… kita ngga ngga mungkin ngelakuin itu..” kata gue sambil beranjak dari sofa.

“Ngga mungkin gimana sih Tar, toh kita udah ngelakuin itu semalem..”

“Ngga Lyt, gue yakin kita ngga ngelakuin apa-apa, dan itu tuh ngga mungkin.. gue udah punya Dita dan gue ngga mungkin ngelaluin itu sama orang yang ngga gue sayang…”
Lyta berdiri dari duduknya hanya dengan tertutup selimut dan berjalan menghampiri gue. “Kamu yakin udah ngga sayang aku Tar..?” ucapnya lembut.

Ahhhh- sial !!
Mata perempuan ini lagi, gue ngga bisa terus-terusan satu ruangan sama Lyta.

“Kamu gila Lyt…” Gue pergi mengambil kaos yang tergeletak dilantai, gue meninggalkan Lyta sendiri disana. Masa bodo dia mau apa disana. Yang pasti gue yakin kalau gue ngga ngelakuin apa-apa sama dia.
Gue mengacak rambut gue frustasi. Perempuan ini sungguh bikin gue kacau. gue yakin ngga ngelakuin itu, meskipun kalian meragukan apa bisa gue tahan ngeliat Lyta yang cantik itu naked di hadapan gue? Tapi gue berani sumpah! Semalem gue meletakan Lyta di kasur dan gue tidur di sofa, gue juga ngga ngerti kenapa bisa tiba-tiba saat gue bangun Lyta ada dipelukan gue dan NAKED !

“Taraaa…..” teriak Dita sambil melambaikan tangannya dari balik kaca saat aku baru saja akan memasuki pintu keluar bandara. Gue tersenyum melihatnya disana, gue rindu wanita gue dan ingin segera memeluknya. Meskipun kejadian Lyta semalam itu masih membayangi pikiran gue, setidaknya gue harus bersikap biasa aja didepan Dita. Gue ngga mau melukai wanita cantik gue.

“Hai sugar, I miss you so much..” Kata gue sambil memeluk Dita erat. Sangking eratnya bahkan tubuh Dita sampai bisa terangkat sama gue, gue mengecup pipinya lembut.

“So I do hubby .. oleh-oleh aku dibeliinkan?”

“Ngga !”kata gue ketus, gue kan baru pulang dari perjalanan jauh bukannya nanyain gue capek apa ngga, malah nanyain oleh-oleh. Aku juga pengen kamu perhatiin sayang. Gue melihat wajah dita yang tiba-tiba berubah cemberut gue mengacak-ngacak rambutnya dan tertawa kecil. “Haha gitu aja manyun, iya sayang aku bawain kok.. aku ngga mungkin lupa kaan sama kamu ..”

Gue menggandeng tangan Dita menuju taksi dan mata gue terbelalak saat melihat Lyta juga sedang menghampiri taksi yang sama.

“Kita naik taksi yang lain aja yaa sayang..” kataku pada Dita.

“Ngga mau !” Gue yakin mata Dita sudah menemukan Lyta sekarang.

“Sayang Please…” gue memohon.

“Ngga mau ! kenapa sih harus selalu kita terus yang ngalah sama dia…”


“Hai Tar…” Sebelum gue berhasil membujuk Dita, Lyta sudah menyapa gue dengan tatapannya yang.. ah- gue ngga bisa menjelaskan tatapan itu, yang pasti gue sangat berharap perempuan ini akan mengunci mulutnya tentang kejadian di Bali malam itu.

“Makasih yaa untuk pertemuan dan malam yang menyenangkan di Bali..” Kata Lyta dengan senyumnya yang mengembang tanpa melirik Dita sedikitpun. Oke. Gue yakin sekarang gue dalam masalah. Dita menatap gue penuh tanya dan dia sudah melepaskan tangannya dari genggaman gue sekarang.

Sepanjang perjalanan di taksi sampai sekarang gue dan Dita sudah ada di restoran di sekitaran Thamrin City, Dita sama sekali tidak mengeluarkan suara, gue tau dia menunggu penjelasan dari gue, beberapa kali gue tanya Dita dan dia terus asik sma ponselnya, saat memesan makanan gue tanya dia mau pesan apa? Dan Cuma waitress yang berhasil dapet jawaban dari mulut Dita. Tapi gue terlalu takut kalau ucapan gue nantinya malah menyakiti hati Dita, meski gue emang harus jelasin kalau gue emang ngga ngelakuin apa-apa sama Lyta. Berani sumpah !

“Kemarin aku ngga sengaja ketemu Lyta di bali yang..” Dita lalu menengadahkan wajahnya, matanya penuh tanya dan mungkin rasa kecewa.

“Terus ?”

“Apa? Yaa ngga ada apa-apa lagi, Cuma ketemu dan ngobrol sebentar aja kok sayang..”

“Ohh….” Gue benci ini, gue benci ketika Dita mulai mengeluarkan nada ketus seperti ini.

“Kamu marah sayang ? kan aku bilang jujur sama kamu, kalau aku ngga sengaja ketemu Lyta..”

“Kalo Lyta ngga bilang pas kita ketemu dia dibandara tadi, mungkin kamu ngga akan bilang juga sama aku” Ucap Dita yang terus melahap makanannya tanpa menatapku sedikitpun.

“…….”

“Terus, malam menyenangkan itu maksudnya apa?”
DEG!

“Uhuuukkkk..” Gue tersedak makanan yang baru saja akan gue telan. Gue ngga menyangka kalo Dita bakal merhatiin semua hal yang keluar dari mulut Lyta, gue bingung gue harus jawab apa, apakah dengan gue cerita gue akan menyakiti hati wanita gue ini. Gue ngga mau bikin Dita nangis.
Dita menatap gue serius, menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut gue.

“…..”

“Kenapa ? ngga bisa jawab ? Maaf, mood makan aku ilang, aku pulang duluan Tar..” Dita beranjak dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan gue sendirian. Gue mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakkannya dimeja untuk lekas mengejar Dita.

“Sayang tunggu… kalo kamu emang mau pulang aku anterin aja yaa” ucap gue menahan tangan Dita untuk menghentikan langkahnya. Dita tertunduk dan dengan mudahnya gue bisa tahu kalau Dita sudah sukses mengeluarkan air matanya. Gue memeluknya erat.

“Kamu tahu kan sayang Lyta itu gimana, kalu boleh percaya Lyta tapi yang harus kamu tahu, aku sayang kamu dan aku ngga mau bikin kamu sedih. Aku minta maaf soal pertemuan aku sama Lyta, tapi itu beneran ngga sengaja sayang..”

-Dita-

Terus kalian ngelakuin apa disana ? aku terlalu takut untuk ngebayangin apa yang kalian lakuin disana, aku bisa aja anggep semuanya baik-baik aja, tapi hati kecil aku takut kalo Lyta bakal ngerebut kamu dari aku. Bukan karena dia yang akhirnya bisa merebut kamu, tapi karena aku yang lalai dan ngga mengerahkan semua tenaga aku untuk bisa buat kamu tetap bertahan sama aku, kalau sampai benar itu kejadian. Jangan buat aku terus-terusan cemburu sayang, terus menjadi yang ke-dua karena kamu membiar kan dirimu tenggelam saat bersama Lyta. Aku ingin kamu cerita kenapa kamu sampai bisa bersikap seperti ini sama Lyta. Apa masalalu kamu sama Lyta belum terkubur semua, atau memang masih ada sisa perasaan yang sekarang mulai tumbuh lagi. Tidak, Sayang ku mohon jangan biarkan itu terjadi.

Tara terus mendekap ku dalam pelukannya dan aku tetap saja terisak dalam tangis dan baying-bayang ku tentang Lyta.



6. THEIR PLAN

“Jadi gimana? Loe berhasil ketemu Tara di Bali ?”

“Of course, dan gue juga berhasil menyelinap ke kamar Tara dan memeluk dia semalaman..”

“Apaa?” terdengar suara Abimanyu meninggi sehingga membuat Lyta membungkam mulut Abi saat itu juga. 

“Tapi loe ngga ngelakuin apa-apa sama Tara kan Lyt?”

“Urusan apa sama loe ? hahahaha”Lyta tertawa keras. “Selanjutnya gue pengen bikin Tara sama Dita putus beneran Bi..”

“Loe gila yaa Lyt, udah deh, mereka tuh udah beneran bahagia ngga ada lagi tuh alasan pelarian segala..”

“Tuan Abimanyu Surya Pranaja, jangan munafik! Gue tau loe suka sama Dita semenjak SMA kan ? dan gue rasa ini kesempatan loe untuk bisa dapetin Dita seperti yang loe pengen dari dulu. Dan gue setelah puas liat Dita menderita karena ditinggal Tara, gue bisa bikin Tara balik lagi kepelukan gue. Bukankah ini saling menguntungkan kita Tuan Abimanyu?”

Sejenak Abimanyu terdiam berfikir apakah ia akan meng-iya-kan tawaran Lyta untuk bisa mendapatkan Dita. Gadis yang selama bertahun-tahun menyita hati dan pikirannya.

“Lagian gue heran deh sama loe Bi, kenapa ngga dari dulu aja sih deketin si Dita, jadikan Dita ngga mungkin juga bisa jadian sama Tara sampe sekarang..”

“Dulu gue belom siap Lyt, dan saat gue udah nyiapin seluruh keberanian gue, gue malah keduluan sama Tara.. gue ngga mau ngerusak hubungan mereka Lyt..”

“Kita ngga ngerusak Abimanyu, kita cuma membantu mereka supaya bahagia.. Loe pikir Dita bahagia sama Tara? Yaa mungkin keliatannya aja, padahal mah ngga. Tara itu masih sayang sama gue Bi, makannya setiap gue deketin dia, dia ngga bisa hehindar dari gue, dan seperti yang udah-udah dia selalu belain gue depan Dita kan ? Apa loe mau biarin Dita Terus ditipu Tara ?”
Dahi Abimanyu berkerut mengamati dengan seksama ucapan Lyta tentang kebohongan Tara selama ini.

“Jadi gue harus gimana?” Tegas Abimanyu.

“Gue udah mulai permainannya, loe tinggal ngikutin aja.. dan kita akan sama-sama jadi pemenang. Deal?”

“Deal!”

 7. THE TRUTH 

Pertemuan ku dengan Lyta di bandara tempo hari masih saja meyita pikiran, bahkan disela-sela kesibukan ku dikantor bayangan pertemuan itu masih saja menyembul hingga membuatku mengacak rambut frustasi.

 “Kamu Kenapa sayang ?” Suara Tara Memacah lamunanku. Aku baru tersadar saat Tara sudah duduk tepat dihadapanku.

“Eh… kamu, sejak kapan disini ?”

“Sejak kamu ngelamun terus ngacak-ngacak rambut kayak orang Frustasi..” Oh.. iya sayang, aku frustasi karena kamu. “Lunch diluar yuk…”

“Sound good tapii…. “ Aku melirik keatas meja kerja ku yang dipenuhi banyak berkas pekerjaanku untuk client.
Tara menarik tanganku dan mengajakku untuk berdiri. “Nanti saat kamu udah jadi Nyonya Tara, kamu ngga perlu kerja sayang …”

“Heyy….. aku ngga salah denger ? aku ngga mau yah cuma diem dirumah aja, setelah kita menikah nanti..” Tara berbalik tertawa dan mencubit lembut hidungku.

Tara masih sibuk menyetir sambil terus bertanya pada ku kemana kita akan lunch, sedang isi kepala ku masih saja dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana bisa Lyta-bertemu dengan Tara di Bali dan apa-saja yang sudah mereka lakukan. Aaaaaakk … ingin rasanya berteriak diatas puncak gunung untuk melepaskan semuanya.

“Sayang.. Kamu ngga denger aku yaa ? kita mau lunch dimana? “

“Pizza aja yaah …” Jawabku spontan, dan berhasil membuat Tara berdecak kesal.

“Jangan mulai deh yaang, kamu kan tahu aku ngga suka pizza..”

“Makannya doyan pizza dong ..”

“Ngga bisa sayang, ih.. kamu nyebelin banget sih siang ini, ngga lagi PMS kan ?”

“Hahaha.. “aku tertawa melihat Tara menjadi seperti anak kecil yang merengek.

“Kan.. makin nyebelin.. udah deh nih jadinya kita mau lunch dimana?”

“Kenapa sih sayang ngga mau coba sesuatu yang aku suka, kan seru kalo kita bisa ngelakuin hal-hal yang kita suka barengan yaang, aku aja bisa jadi suka nonton bola dan akhirnya biasa nemenin kamu futsal..”kataku sambil terus menahan tawa.

“Aku ngga pengen ngerubah apapun dari diri aku, biar kamu bisa terima apa adanya diri aku yang sebenarnya, tapikan justru hal-hal kayak gini yang akhirnya bisa bikin kamu ketawain aku. Aku seneng ngeliat kamu senyum, jangan cemberut-cemberut lagi yaa sayang..” Kali ini nada bicara Tara melambat dan menjadi serius. “Kalaupun akhirnya aku berubah, aku ingin kita yang sama-sama berubah sampai salah satu dari kita ngga ada yang menyadari hal itu..” Aku Tersenyum.

Aku boleh tanya lagi sama kamu?”

“Tanya aja sih yaang, pake ijin segala..” Tara mengangkat sebelah alisnya.

“Kamu kapan mau certain soal hubungan kamu sama Lyta dulu?” aku melihat Tara berdecak kesal.

“Sebegitu pentingkah untuk kamu sayang, Lyta itu Cuma masa lalu dan ngga akan ada hubungannya sama kita sekarang..”

“Tentu ada hubungannya! Kalau memang ngga ada hubungannya ngapain sampe sekarang Lyta masih hobi banget deketin kamu, sesuatu pasti terjadikan Tar dan aku ingin tahu itu..” Tanpa sadar suara ku mulai meninggi. 
Maafkan aku sayang.

“Aku pasti cerita sayang, tapi ngga sekarang..”

“Selalu itu yang kamu bilang Tar, terus aku harus nunggu sampai kapan ? sampai kita menikah dan akhirnya aku nyerah untuk nanyain semuanya? Ngga segampang itu mengalihkan pikiran tentang kamu sama Lyta yang terus-terusan jadi pertanyaan di kepala aku Tar..”

“Aku pasti cerita Dit, tapi ngga sekarang, waktunya belum tepat!!”suara Tara ikut meninggi dan resmi sudah kita dalam pertengakan disiang-hari-bolong yang terik ini, didalam mobil bersama kemacetan dan perut kosong.

“Kamu tinggal jawab aja pertanyaan yang aku tanyain dan aku rasa semua akan tetap baik-baik aja. Apa emang ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku? Apa emang yang Lyta bicarain selama ini itu bener Tar? Apa emang selama ini aku Cuma jadi bahan taruhan kamu aja? Jawab Tara.. jawaab…” Kataku merengek sambil menarik-narik lengan baju Tara. Sangking kesalnya Tara dia membanting strir dan memberhentikan mobilnya.

“Iya.. Dita, Iya!!! Awalnya aku emang taruhan untuk dapetin kamu..”

DEG !!!!
Tahu rasanya seperti apa? Bertahun-tahun ternyata kamu hanya menjadi permainan orang-orang yang bertaruh demi mendapatkan keinginan mereka. DITA BODOH !! Aku bukan saja terkejut mendengarnya, tapi juga rasanya sakit seperti ada sayatan panjang dan dalam yang tiba-tiba menyentuh kulitmu padahal kamu sedang dalam keadaan bahagia dan baik-baik saja. Aku membuka pintu mobil dan keluar berjalan mencari kendaraan lain, Tara berusaha menghentikanku untuk menjelaskan semuanya, tapi bagiku saat ini itu tidaklah penting, aku masih kaget dan sama sekali tidak sanggup melihat wajah Tara. Lelaki yang selama ini aku cintai yang ternyata tega mempermainkanku bersama teman-temannya. Lyta benar! Aku terlalu naïf dan polos dihadapan Tara.

-Tara-

“Aaaaaaaaaaaak !”

Gue berteriak kencang didalam mobil. Gue ngga ngerti kenapa gue jadi sebodoh ini. Kenapa juga gue bisa kebawa emosi untuk bilang semuanya sama Dita sekarang. Ini kacau dan gue ngga ngerti lagi sama apa yang musti gue lakuin. Gue udah nyoba ngejelasin sama Dita menahan dia untuk mau dengerin penjelasan gue, gue juga terus berusaha menghubungi Dita dan hasilnya masih nihil. Dita terus me-reject panggilan dari gue, pesan singkat permintaan maaf guepun sepertinya diabaikan. Gue ngga ngerti lagi mesti gimana lagi untuk jelasin semuanya ke Dita, walaupun gue tahu gue salah tapikan itu dulu. Dan itu berbeda jauh sama sekarang, sekarang perasaan gue bener-bener tulus dan pengen terus ngejagain Dita semampu gue. Gue memandang miris diri gue sendiri dipantulan kaca.


8.ESPRESSO YANG MENDINGIN

Lamunanku buyar tak berapa lama saat Alya membangunkanku dengan suaranya yang cempreng. Beberapa hari ini- tidak maksudku sudah seminggu lebih semenjak kejadian aku dan  Tara dimobil itu, kami sama sekali tidak melakukan komunikasi yang intens. Beberapa kali Tara datang kerumah dan hanya bertemu dangan Mama atau Mas Afree. Meski rindu aku sengaja menghindari Tara, karena saja asal kalian tahu, aku bahagia saat melihat mobil Tara masuk ke pekarangan rumahku. Tapi disisi lain ada perasaan sakit karena telah dibohongi sekian lama.

“Masih belum mau ketemu tara yaa Dit ?” Tanya Alya memecah keheninganku –lagi.

Aku menggeleng.

“Tara terus-terusan nanyain kabar loe sama gue, gue rasa dia khawatir banget sama loe.. paling ngga kalau loe emang belom mau ketemu sama dia, loe kan bisa angkat telepon dia tau bales pesan dia Dit..”
Aku masih terdiam, memandangi gelas espresso yang baru saja berpindah tangan dari nampan pramusaji ke mejaku.

“Jangan lama-lama yaa butuh waktu buat sendirinya, inget bulan depan itu acara pertunangan loe.. gue yakin Tara punya penjelasan yang logis kenapa dia bisa ngelakuin itu sama loe dulu.. jangan pake emosi lo berlebihan yaa Dit..”

Aku mencerna kata-kata Alya, iya aku yakin Tara pasti punya penjelasan yang masuk akal kenapa dia melakukan itu padaku. Hanya saja aku belum siap kalau harus bertemu dengan Tara dalam waktu dekat ini. Entah karena memang gengsi atau perasaan sakit yang aku bawa terlalu dalam, meski sesungguhnya rindu ini juga menggerogoti ulu hatiku dan membuat sesak.

“Gue ngga bisa nemenin loe lebih lama lagi Dit, gue mesti balik kantor. Gue yakin loe udah cukup dewasa untuk nyikapin ini kan dear? Gue pamit yaa.. jangan kebanyakan minum kopi, inget maag loe..” Cerocos Alya yang kemudian disusul dengan ciuman perpisahan dipipi dan Alya langsung berlalu pergi.
Aku terus memamndangi cangkir Espresso ku memutarnya bibir cangkir perlahan dan larut dalam p[ikirannku yang melayang entah kemana. Aku memutuskan untuk diam lebih lama di Coffee shop ini, mood ku sudah hilang untuk bekerja. Aku butuh waktu untuk sendiri.


“Hallo.. nona Dita..”

Aku melirik kedepan dan bagus saja, wanita ini sekarang sudah ada didepanku. Dia bisa saja merusak hariku yang berantakan ini menjadi lebih hancur dari seharusnya. Lagian mau apa sih dia disini ? kenapa selalu saja ada kebetulan-yang-tepat untuk bisa bertemu7 dengan wanita gila ini. Aku memandanginya sinis.

“Mau apa loe?”tanyaku ketus.

“Gue cuma mau berbincang aja kok sama loe, eh loe sendirian? Tara ?” Lyta memandang sekitar mencari Tara.

“Tara kerja..”

“Nice.. loe ngga mau bilang apa-apa sama gue Dit ?”

“Bilang Apa?” Alisku berkerut memandangi Lyta yang mendekatkan wajahnya kearah gue dan berusaha mencari-cari sesuatu dariku.

“Bali ?”

“Oh.. petemuan Loe sama Tara di Bali ? iya, gue tau kok dan gue rasa gue ngga perlu bilang apa-apa atas pertemuan loe sama Tara disana. Toh itu juga ngga penting kan buat gue dan Tara”

“Gue rasa loe melewatkan sesuatu Dit ..”
Pandanganku beralih dari cangkir Espresso ke wajah Lyta yang sekarang sudah berhasil menampakkan senyum liciknya padaku.

“Tara pasti ngga cerita apa-apa yaaa sama loe ?”

“Cerita kok.. dan itu ngga penting Lyta..”

“Termasuk saat gue dan tara tidur bersama di hotel Tara, itu juga ngga penting buat loe Dit ?”
Mata ku terbelalak, apa aku tidak salah dengar ? “Tidur Bersama” Tara dan Lyta tidur bersama dalam satu kamar, jadi maksud dari malamyang menyenangkan itu saat mereka menghabiskan sepanjang malam itu bersama?. Ngga gue yakin Lyta pasti bohong. Lyta Cuma ngarang cerita aja biar aku sama Tara bisa semakin jauh.

“Jangan bercanda Lyt, gue tahu Tara dan itu ngga mungkin banget..”

“Loe tahu kan Dit, dari dulu gue ngga pernah main-main sama ucapan gue, dan berhubung kita ketemu disini, gue mau ngasih sesuatu sama loe Dit, semoga ini bisa ngebuka mata loe dan bikin loe mikir untuk jalan lebih jauh sama Tara..” Lyta melempar amplop coklat dihadapanku dan pergi meninggalkan ku  dengan kaki jenjangnya yang melangkah pasti mengetuk lantai coffee shop ini.

Pandanganku beralih pada amplop coklat yang sekarang ada dihadapanku. Tanganku enggan mengambilnya tapi rasa penasaran terus menyelip di sela-sela hatiku. Aku mengulurkan tangan menggapai Amplop itu, tanganku terasa mulai bergetar membuka isi amplop ini. Rasanya perasaan semakin sesak menekan dadaku, ujung mataku bergetar dan mulai mengeluarkan air mata. Aku tidak salah lihat kan atas pemandangan yang aku lihat sekarang ? seseorang yang ada di foto ini bukan Tara kan ? Aku terisak dalam café ini, membiarkan perasaan ku menguap dan espressoku yang mulai mendingin tak tersentuh sedikitpun.

9.SENJA YANG PERLAHAN PULANG

Sabtu ini cerah dan gue amat sangat bahagia mendapati nama Dita dilayar ponsel gue. Akhirnya setelah lebih dari seminggu Dita mau balas pesan gue yang gue kirim setiap hari. Dicuekin Dita bener-bener bikin gue frustasi dan hilang arah. Beberapa kali gue datang ke rumah Dita untuk membicarakan acara lamaran yang akan berlangsung beberapa hari lagi, tapi yang gue temuin cuma Mama dan Mas Afree. Jantung gue sesak saat Mama bilang kalau Dita belom mau nemuin gue, segitu fatalkah kesalahan gue buat Dita ? iya, gue tahu gue salah tapi gue juga punya cukup alasan buat ngejelasin itu semua ke Dita. Gue beneran sayang sama dia, dan gue ngga bisa berlama-lama hidup tanpa dia. Sepanjang perjalanan gue terus tersenyum, gue bahkan membayangkan pertemuan gue sama Dita nanti. Ah.. Damn! Loe kan bukan sedang akan melalukan kencan pertama Tara. Gue menentertawakan diri gue sendiri. Gue rindu gadis gue dan gue ingin segera memeluknya.
Jantung gue terasa berdetak lebih cepat saat gue melihat punggung Dita dari kejauhan. Dita pasti sudah menunggu gue lama, karena saat gue melihat arloji, jam menunjukan pukul 17.30 WIB gue telat setengah jam dari waku yang sudah kita sepakati sebelumnya. Dita pasti bete, diakan paling ngga suka menunggu.

“Maaf sayang, tadi macet banget.. kamu udah nunggu lama ?”

Dita hanya diam menatap gue sejenak lalu beralih lagi menatap laptop yang sejak tadi sudah ada dihadapannya, disebelah laptop gue melihat secangkir kopi yang gue rasa belum tersentuh sedikitpun karena gue tidak menemukan bercak bibir disana.

“Kamu udah makan ? kok udah ngopi ?” Tanya gue lagi.

Dita menggeleng, wajahnya memerah dan matanya mulai terlihat berkaca-kaca. Apa gue salah berucap ? kenapa Dita ? Gue yakin seseorang telah membuat Dita menjadi seperti ini. Sayang, kamu kenapa ? siapa yang udah buat kamu seperti ini sayang ? bilang sama aku dan aku ngga akan membiarkan orang itu selamat! Gue menunggu Dita untuk bicara, sedari tadi dia hanya terpaku pada laptop yang ada dihadapannya, sedang diluar sudah mulai turun hujan, padahal sepanjang hari ini cuaca cerah-cerah saja, tapi ketika gue sampai hujan deras turun mengiringi senja yang perlahan pulang kerumahnya.

“Aku rasa kita harus berfikir ulang soal pertunangan kita Tar..”

DEG!

Kalimat pertama yang keluar dari mulut Dita dan berhasil membuat gue geleng-geleng tak mengerti.

“Maksud kamu yaang ? jangan bercanda deh, acaranya kan tinggal bulan depan..”

“Kalaupun tinggal besok acaranya aku mau kita pikirin itu lagi Tar..” Gue bisa melihat Dita berusaha mengatur nafasnya saat bicara dengan gue.

“Tapi kenapa sayang…”

Dita mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, mendorongnya maju kearah gue. Perasaan gue mulai ngga enak dan penasaran kenapa Dita bisa punya keputusan seperti ini.
Gue mengambil amplop yang ada dihadapan gue, membuka dan mengambil sesuatu didalamnya. Lyta !! emosi gue perlahan naik melihat beberapa lembar gambar yang sekarang ada digenggaman gue, gambar saat gue ada di Bali malam itu dan berada satu ranjang dengan Lyta. Perempuan ini benar-bener keterlaluan. Gue kehabisan kata untuk bisa menahan Dita pergi. Pantas saja Dita menangis. Gue tau dia tersakiti dan gue orang yang udah nyakitin Dita. Loe emang bajingan Tar.

“Aku bisa jelasin semuanya Dit, semua ngga kayak yang kamu lihat ini.. kejadiannya ngga begini …” Gue 
menahan Tangan Dita.

“Jelasin apa lagi Tar ? gambar itu udah bisa jelasin semuanya.. aku emang salah udah sayang sama kamu, aku salah karena benar aku yang jadi penghalang hubungan kamu sama Lyta kan ? sekarang kamu bisa bahagia sama Lyta tar..” Dita masih terus terisak. Lelaki macam apa gue yang terus-terusan membuat seorang wanita menangis. Dita melepas cincin yang dia kenakan dan menaruhnya diatas meja.

“Ngga gitu sayang, kamu harus denger dulu penjelasan aku.. please pake lagi cincinnya..”
Dita sama sekali ngga ngedengerin gue sedikitpun, dia terus berlalu saat masih menangis, gue ngga ngerti kenapa bisa jadi begini semuanya. Pertemuan yang akhirnya bikin hidup gue berantakan. Gue ngga mau kehilangan Dita sekarang, dan ngga juga selamanya. Gue mengacak rambut gue frustasi. Kepala gue terasa sakit.





10.
AWAL PERTEMUAN HUJAN


Aku memperhatikan langkahku perlahan, tadi aku sempat membeli beberapa bunga krisan dan mawar untuk ku berikan pada Papa. Aku sudah lama tidak mengunjungi Papa, terakhir saat sehari setelah Tara melamarku, dan hari ini aku mengunjungi Papa dengan keadaan kalut. Aku melihat Papa dari kejauhan rasanya sangat ingin mendapatkan pelukan dari Papa, menangis dan bercerita banyak hal padanya. Hanya saja ketika aku sudah semakin dekat dengan papa, aku harus mengerti bahwa papa sudah tidak bisa memelukku seperti dulu.


“Dita datang Pah…..” Ucap gue didepan pusara Papa, dan tentu saja tidak ada jawaban.


“Dita boleh Cerita Pah? Oh-iya Dita lupa.. Papah pasti udah tahu kan apa yang terjadi sama Dita, bahkan sama
semua orang dirumah, Papah kan masih terus jagain kita yaa Pah..” “Dita minta maaf yaa Pah, Dita nggak tahu keputusan yang Dita ambil ini adalah keputusan yang benar atau bukan, tapi untuk sekarang Dita yakin ini yang terbaik buat Tara Pah, Dita pengen Tara bahagia seperti dulu saat Tara belum ketemu Dita Pah..”

Tanpa terasa airmata sudah keluar dari mataku, langit juga sepertinya tahu bagaimana harus menemaniku, dia tiba-tiba saja ikut menangis seolah merasakan apa yang aku rasakan juga. Aku tak peduli bahkan saat tubuhku mulai basah oleh air hujan. Aku rindu Papa.

Aku masih memejamkan mataku, merasakan tetesan hujan sudah berhenti menyentuh ujung kepalaku. Aku menatap sekeliling dan hujan masih saja turun dengan derasnya.

“Abimanyu….” Ucapku saat menoleh kebelakang. Sedang apa Abi di area pemakaman ini, dia lalu menunduk
mengarahkan payung yang ia genggakm untuk melindungi tubuhku.

“Loe ngapain disini? Nggak sadar hujan yaa..” Tanya Abimanyu.

“Gue kangen Papa bi..” Kata gue sambil menatap pusara Papa.

“Halo Om, saya Abimanyu, temannya Dita. Saya minta ijin bawa Dita pulang yaa om, Dita badannya udah menggigil. Senang bertemu dengan om..” Aku menatap heran Abimanyu. Dia  ‘mengobrol’ dengan Papa seolah Papa benar-benar ada disini.

“Udah yuk, gue anterin pulang. Loe sendirian kan? Bibir loe udah biru Dit…”

Abimanyu menuntun ku untuk mengikutinya kedalam mobil, aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja bisa bertemu dengan Abimanyu disini. Mungkin hanya kebetulan belaka.

Abimanyu mengantarku sampai rumah, aku menawari dia masuk dan sebagai ucapan terimakasih karena sudah mengantar dan menemaniku mengobrol sepanjang jalan tadi, aku menawarinya akan membuatkannya kopi latte andalanku. Setidaknya aku merasa memiliki teman sekarang.

-Tara

Gue mengepalkan tangan gue keras, berharap gue bisa memukul laki-laki yang baru saja mengantar Dita pulang dengan keadaan basah. Abimanyu. Gue menatap Abi tajam,gue kira tatapan gue yang sejak tadi gue arahkan pada Abi akan membuat Abi terintimidasi dan memilih langsung pulang, tapi ternyata gue salah. Nyali Abimanyu cukup besar untuk terus masuk kedalam rumah Dita.

“Dita ! Kita harus bicara…” Ucap gue menghalangi Dita masuk kedalam rumah.

“Aku lagi nggak mau bahas apa-apa Tar..” dan gue masih menghalangi Dita Masuk. “Kamu nggak lihat aku basah kuyup ? aku mau ganti baju..” ucap Dita ketus dan berlalu meninggaklkan gue setelah mempersilahklan
Abimanyu untuk dduduk diruang tamu.

Pikiran gue semakin kacau melihat Abimanyu disini, kenapa harus ada dia saat hubungan gue sama Dita lagi nggak baik-baik aja. Ngapain Dita sama Abimanyu seharian ini. Gue cemburu.

“Thanks Bi, udah nganterin Dita pulang, tapi gue rasa loe nggak perlu repot-repot buat nganterin Dita pulang, dia bisa pulang sendiri kok, atau gue yang jemput..” ucap gue membuka pembicaraan.

“Sama-sama Tar, tapi Sorry gue nggak akan tega ngebiarin cewe nangis didepan pusara bokapnya karena kecewa.”

Gue terdiam.

Ternyata Dita pergi ke makam Papanya, dan apa yang Abimanyu bilang Tadi? Dita nangis ? Bagus Tara. Dan loe berhasil mengingkari janji loe sama Papa Dita. Maafin Tara Pah.
Dita kembali dari belakang membawa Latte yang wanginya sudah tercium dari tempat gue dan Abimanyu duduk. Senyumnya mengembang saat membawa nampan itu, tapi berubah saat tatapan itu beralih padaku. Ada tatapan yang terasa sedikit berbeda, seperti rasa yang Abimanyu bilang barusan : Kecewa.
Gue nggak sanggup berlama-lama melihat pemandangan seperti ini, Abimanyu dan Dita yang bisa dengan mudahnya berbincang dihadapan gue. Aku tahu kamu marah sayang, tapi aku mohon biarin aku balikin kepercayaan kamu sama aku, aku akan cerita semuanya.

Gue berusaha beberapa kali mengambil celah agar bisa bicara dengan Dita. Mas Afree dan mama yang tahu kejadiannya karena sudah ku ceritakan semuanya, meminta ku untuk pulang- membiarkan Dita sendiri dulu dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Mama dan Mas Afree janji akan membantuku untuk bisa menjelaskan semuanya pada Dita, gue hanya bisa menyerah sekarang, setidaknya gue bisa sedikit lega karena Mama dan Mas Afree bisa membantu gue.

Setelah berpamitan, gue meninggaklkan ruang tamu dengan berat. Tatapan gue masih mengarah kepada Abimayu yang masih terlihat enggakn untuk berdiri dari tempat duduknya. Dada gue memanas.

11.
THE DAY WHEN FEEL LOSING
Tok.. tok.. tok..

“Abimanyu….” Aku menatap Abi kanget, setengah 7 pagi dan Abi sudah berkunjung kerumah ku, bukankah ini terlalu pagi untuk bertamu kerumah orang lain. “Loe ngapain ? kayaknya loe salah timming deh kalo mau bertamu Bi..”

“Siapa yang mau bertamu Dita, gue kan mau jemput loe..”Aku memincingkan sudut mataku.

“Tapi gue ngantor bawa mobil Bi..”

“Hari ini nggak usah dulu deh Dit, loe nggak kasian sama gue udah nyampe sini ? gue berangkat dari jam lima pagi loh~” Rasanya tidak enak juga harus menolak ajakan Abimanyu, tapi apakah tidak akan apa-apa kalau aku pergi dengan Abi?. Ahh—bukankah tidak baik menolak  itikat baik dari orang lain.

“Yaudah.. gue siap-siap dulu deh, loe nggak apa-apakan nunggu ?”

“Everythings for you princcess..” Aku menahan tawa geli dan memukul pundak Abi.

“Apa-apaan sih Bi.. hahaha..”

Pandanganku lurus kedepan, entah menatap apa, mungkin hanya tatapan kosong semata. Sudah beberapa hari semenjak aku bilang pada Tara untuk memikirkan ulang pertunangan kita. Rasanya ada yang hilang, tidak ada sapaan pagi hari, tidak ada ajakan lunch bahkan tidak juga ada kunjungan kerumah semenjak Abimanyu mengantarku saat pulang dari makan Papa. Iya.. Abimanyu, bahkan sekarang Abimanyu lebih sering menemaniku. Dia bisa ada saat aku butuh bantuan sekecil apapun. Bahkan saat aku tidak meminta dia untuk datang menemuiku.

“Permisi Bu, ada kiriman bunga..” suara Maya memecah lamunanku.
Bunga ? Mawar Putih? Ini pasti dari Tara, dia tahu apa yang aku suka dan pipiku menghangat. Aku menerima buket mawar putih itu, sedikit mengerutkan dahi saat aku membaca surat dan nama pengirimnya.

Dear, PramuDita Shula Elyesia
Like white roses on your hand now..
You are absolutely georgeous to me,
And you need to know that !
Have a nice day Dita J
From: A.S.P

Ada sedikit bunyi yang kudengar dan rasa hangat yang mulai terasa, bukan perasaan berbunga-bunga seperti yang ada digenggakman ku ini, mungkin kecewa. Tadinya kupikir Tara yang mengirimkan mawar ini, tapi ternyata seseorang berinisial ASP. Tungu ! jadi siapa yang mengirimi ku bunga ? seingatku aku tidak pernah mendengar orang dengan inisial itu.

Ponselku bergetar dan menunjukkan nama Abimanyu dilayar.

“Selamat siang nona Dita, have a getting lunch ?”

Ah.. Abimanyu! Benar. ASP pasti adalah singkatan dari nama Abimanyu.

“Hey .. loe yang ngirimin gue bunga Bi ?”

“Iya.. suka?”

“Haha.. harusnya loe lakuin ini ke cewe loe Bi, dia pasti kelepek-kelepek sama loe, by  the way thank you yaa..” Aku berusaha tertawa.

“Itu nggak gratis Dit…” Aku menyerngitkan dahi.

“Laah curang banget, tau gitu nggak usah loe kirimin aja sekalian Bi..”

“Pokoknya sore ini loe gue jemput yaa, loe harus bayar dinner ke gue..”

“Demen banget nyulik gue sih sekarang loe Bi..”

“Hahaha… udah yaa see you latter, gue cuma mau mastiin bunganya udah nyampe apa belom”

Aku berdecak kesal. Abimanyu… terlalu banyak kejutan yang dia buat, dan asal kalian tahu saja ini bukan kali pertama dia melakukan hal-hal diluar batas pikiranku untuk seorang Abimanyu.

Seorang mulai terlihat berjalan kearah kami, Abimanyu sibuk memandangi daftar menu dan aku melihat sekitar, mencari sesuatu yang sebenarnya tak ada disini. Tara.

“Haloow .. Dita!!” lambaian tangan Abimanyu memecah lamunan ku. “Kebiasaan ngelamunnya masih belom ilang deh, mikirin apa sih Dit ?”

“He-He.. eh waitersnya mana ? kan gue belom pesen apa-apa”

“Medium sirloin steak with mushroom sauce and half portion of mashed potatoes.”
Aku menganga..

“Minumnya..”

“Lemon iced squash without sugar ? ” Aku tidak menyangka Abi tahu itu semua.

“Loe tahu itu dari mana Bi ?”Aku masih terheran-heran.

“Gue tahu apapun tentang loe Dit, sejak dulu, sejak kita masih satu kelas bareng di SMA”

“Haha gue nggak percaya sama loe Bi..” Aku berusaha bersikap sebiasa mungkin. Aku bisa melihat Abimanyu mengerutkan dahi dan sedikit berdecak kesal.

“Gue tahu loe suka baca buku, loe punya banyak koleksi Novel yang loe kumpulin semanjak SMP, Loe suka travelling, loe suka naik gunung, loe suka ngunyah es batu karena loe bilang bunyi yang keluar saat loe ngunyah es batu bikin happy, loe sangat amat suka ice cream vanilla dan stroberry, loe juga suka bunga dan ngoleksi sepatu berhak tinggi, karena loe selalu ngerasa tinggi badan lo yang 160 cm itu kurang tinggi. Loe nggak suka datang ketempat bising dan ramai nggak jelas, loe benci saat ada orang yang nggak nyapa loe padahal dia liat loe, loe juga nggak suka bau duren, nggak suka sawi hijau, karet gelang, nggak suka keluar rumah saat rambut loe basah dan loe juga nggak suka segala sesuatu yang terburu-buru.”
Aku terdiam, aku tidak menyangka Abimanyu tahu banyak tentang aku, bahkan sampai sebanyak itu yang dia tahu tentang apa yang aku suka dan tidak. Bahkan aku tidak yakin kalau Tara bisa menyebutkan apa yang Abimanyu ucapkan barusan padaku.

“Tuh.. gue tahu kan semuanya tentang loe, yang jadi pertanyaan adalah apa yang loe tahu tentang gue?” Aku tersentak! Karena memang aku tidak tahu banyak tentang Abimanyu, yang Aku tahu, dia hanyalah seorang teman-semasa-SMA-yang-masih-berhubungan-baik hinggak sekarang.

“Loe tahu nama lengkap gue Dit? “ Aku mengedip-ngedipkan mata, ah-yaa bahkan aku tidak tahu hal sekecil itu, damn! Aku menepuk dahiku.

“Ha-Ha-Ha Biasa aja Dit mukanya, gue nggak akan marah kok ASP itu singkatan nama gue Dit. Abimanyu Surya Pranaja”

Abimanyu mulai mengeluarkan candaan-candaan ringan dan membuar suasana kembali mencair. Maaf yaa Bi karena tidak pernah tahu banyak tentang kamu dan terimakasih juga karena bisa mengingat aku sedetail ini.
Dalam hatiku, masih saja ada perasaan yang kurang, ruang kosong yang tak terisi apapun, meski aktifitas hariku tidak pernah terhenti sedikitpun, aku masih saja merasa ada yang kurang. Tara. Aku kekurangan Tara dan sudah mulai-sangat-merindukannya. Aku mulai kehilangan dia yang selalu datang kerumah untuk menjemputku, aku rindu ketika dia bermain gitar dihadapanku, aku rindu mengunjungi rumahnya, aku merindukan Bunda, aku merindukan bagaimana cara Tara memandangiku, aku merindukan saat dia merebahkan kepalanya dipangkuanku, aku rindu sarapan bersamanya dengan dua tangkup roti tawar dan teh melati tanpa gula yang sangat dia sukai, aku merindukan rengekan Tara saat aku ajak makan pizza dan aku merindukan Tara.
Aku merasa bagian dari hidupku ada yang hilang.

***

“Kamu lihat kan Tar, aku nggak mungkin bohong sama kamu.. mereka sepertinya terlihat bahagia yaaa..” Suara Lyta membuat telinga gue memanas.

Gue mengepal tangan gue kuat-kuat, awalnya gue menolak ajakan Lyta untuk ikut ke Bistro tapi akhirnya gue mengalah dari pada menmdengarkan ocehan Lyta yang sudah mulai berisik memenuhi ruangan kerja gue.
Serasa ada yang jatuh, serpihannya menempel ketelapak kaki, menancap begitu kuat dan samar-samar perasaan perih mulai terasa didada gue. Pemandangan didepan gue ini sungguh membuat amarah gue naik. Gue nggak bisa ngeliat Dita sama Abimanyu duduk berdua sambil tertawa lepas seperti itu. Dan apa yang ada disebelah Dita? Mawar Putih ? dari mana Abimanyu tahu bunga kesukaan Dita. Gue baru saja akan beranjak menghampiri mereka saat tangan Lyta menahan gue untuk tetap bersamanya. Lihat saja Abimanyu, gua akan bikin perhitungan sama loe, berhenti deketin wanita gue atau loe akan terima akibatnya Bi.

“Berhari-hari gue merasakan kesepian karena nggak ada kamu, dan kamu malah senang-senang sama Abimanyu sayang ? sefatal itukah salah aku sampe kamu bisa berpaling dari aku ? lalu bagaimana semua rencana kita sayang ? aku nggak sanggup kalo harus ngelepas kamu.” Ucap gue dalam hati sambil terus memandang tajam ke arah wanita gue dan Abimanyu.



12.
THANKS FOR HELPING

Siang ini gue melewatkan lunch dan memilih untuk berdiam diruangan gue yang dipenuhi berkas dan sangat berantakan ini. Gue memandang Drafting Mechine yang sudah sebagian terlihat sketsa bangunannya, sesekali gue menatap kearah jendela dan perasaan itu muncul lagi, perasaan yang mengganjal dan merasa kehilangan. Pikiran gue masih dipenuhi moment-moment saat Dita dan Abimanyu dinner bersama di Bistro kemarin. Dada gue terasa sesak.

“Permisi pak, ada tamu yang memaksa masuk..”ucap laras sekertaris gue.

“Bilang sama dia ini masih jam istirahat..” kata gue ketus, dan tiba-tiba saja seseorang masuk kedalam ruangan gue, gue mengibaskan tangan memberi isyarat Laras agar membiarkan gue dan ‘tamu’ ini berbicara dengan kepala dingin. Semoga saja.

“Tara.. senang bisa berkunjung ke kantor loe..”

“Mau apa loe ?”

“Santai bro- gue datang kesini baik-baik kok dan gue harap juga loe beranggapan yang sama..”
Gue diam.

“To the point aja Tar, gue suka sama Dita, dan seperti yang loe tau, gue sudah sejak lama mencintai Dita..”
Tangan gue mengepal dan gue rasa pendingin ruangan di ruangan gue ini tiba-tiba mati, karena saja gue merasa sangat panas disini.

“Sejujurnya gue pengen milikin Dita….”

BUGGG !!!!

Pukulan pertama untuk loe yang dengan beraninya bilang cinta sama calon isteri gue, pukulan kedua untuk loe yang beraninya ingin milikin Dita, dan pukulan ketiga untuk loe yang masuk kehubungan gue sama Dita. Gue menghantam Abimanyu hingga terjatuh sebelum dia melanjutkan ucapannya. Gue meremas kerah kemeja Abimanyu saat dia sedang mengusap pinggir bibirnya yang dia rasakan mulai berdarah. Melihat Abimanyu berada diruangan gue saja, sudah cukup membuat emosi gue tak tertahan, apalagi harus mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Abimanyu barusan, itu berhasil membuat gue merasa panas dan marah.

“Terus mau loe apa?” Tanya gue ketus.

“Man… gue pikir loe bisa santai ngadepin gue, ternyata ngga Cuma Dita yang punya sifat cemburuan, tapi elo juga hahhaa” gue menyerngit heran.

“Lepasin tangan loe dan kita ngobrol sebagai laki-laki..”

Gue melepaskan kedua tangan gue dari Abimanyu, memijat dahi gue yang mulai terasa pusing. Abimanyu sendiri malah bersikap tenang dan mengajak gue untuk bicara diluar kantor. Gue meninggalkan ruangan gue yang berantakan menjadi semakin berantakan setelah menjadi saksi perkelahian gue dengan Abimanyu.

“Gue tahu Tar, loe sangat mencintai Dita, dan gue rasa Dita juga sama seperti loe..” Terus kalo loe tahu, kenapa loe masih nekat deketin wanita gue.

“Seperti yang loe tahu juga Tar, belakangan juga juga deket sama Dita” dada gue memanas. “Gue pikir dengan Dita ngerasa kecewa sama loe, gue bisa ngobatin dia, tapi ternyata gue salah Tar..”
Gue masih Diam.

“Perasaan Dita buat loe terlalu besar tar, dan gue tahu itu. Ngga Cuma sekali Dita ngelamun saat lagi jalan sama gue, atau salah manggil nama gue dengan nama loe. Gue sih sebenernya berat buat ngelakuin ini Tar, tapi gue lebih milih untuk ngeliat orang yang gue sayang hidup bersama kebahagiaannya. Dan gue rasa kebhagiaan Dita itu loe..”

Gue menundukkan kepala, rasanya sudah sangat berslah karena telah memukil Abimanyu tadi. Gue memang marah saat dia berkata jujur sama gue tentang perasaannya ke Dita. Tapi itu ngga lebih berarti dari pengakuan Abimanyu yang dia bilang rela ngeliat Dita bahagia sama gue. Gue membuka mulut gue.

“Sorry Bi buat perlakuan gue tadi.. gue...”

“Santai bro- kalo gue ada diposisi loe juga mungkin gue akan ngelakuib hal yang sama. Gue akan bantuin loe untuk jelasin semuanya sama Dita, lusa gue bikin janji sama dia di kedai Gelato daerah Gajah mada, gue pengen loe kesana tar..”

“Jelasin? Maksud loe, loe tahu semua apa yanbg terjadi sama gue dan Dita ?”
Abimanyu menggangguk.

“Gue tahu semuanya, bahkan kejadian loe sama Lyta di Bali juga gue tau. Sorry awalnya gue emang ngikutin permainan Lyta tapi sekarang gue sadar. Ngga ada yang perlu dipaksain dari perasaan yang sudah lama menunggu. Dita sudah punya tempatnya sendiri dihati gue, dan gue sudah memilih untuk melihat orang yang gue sayangi bahagia bersama pilihannya.”

“Jadi semua yang terjadi selama di Bali dan sampai sekarang itu settingan loe sama Lyta doang ?”

“kalo yang dibali mungkin sudah di setting Lyta terlebih dulu. Karena setelah Lyta ketemu kalian dibandara tempo hari dia baru menghubungi gue dan membuat kesepakatan bodoh yang akhirnya membuat Dita sakit. Gue minta maaf Tar..”

“It’s ok Bi, gue juga sebenernya udah mulai merasa apa yang dilakuin Lyta belakangan ini sudah sangat keterlaluan. Gue sebenernya ngga tega liat Lyta yang larut dalam kesepian karena masalah keluarganya, bokapnya pergi ninggalin dia sama perempuan lain saat ibunya sekarat dirumah sakit dan ngga lama ibunya meninggal bokapnya masuk penjara karena kasus korupsi dan ketahuan bunuh diri didalem sel. Awalnya gue ngga tega banget sama Lyta diumur yang masih muda dia harus ngerasain begitu kejadian yang akhirnya bikin dia terbebani. Tapi ternyata gue salah. Perlakuan gue selama ini sama Lyta justru malah buat hidup gue ribet dan berantakan kayak gini..” terlihat sekali Abimanyu memperhatikan ucapangue dengan seksama.

“jadi ngga ada peluang untuk Lyta bisa balik sama loe?”

“Gue rasa ngga Bi, gue udah berusaha buat ngerubah kebiasaan buruk dia sejak lama, tapi tetep aja hasilnya nihil. Gue kira setelah gue tinggalin, dia bisa sadar dan ngerubah semua sikap dia tapi ternyata dia malah semakin jadi.”

“Semua keputusan ada Ditangan loe Tar, sekarang gue mungkin bisa relain Dita buat balik lagi sama loe, tapi kalo sampe loe nyakitin Dita lagi gue ngga akan pikir dua kali untuk bener-bener ngerebut Dita dari loe Tar.. hahaha”

Gue menyeringai mendengar perkataan Abimanyu. Gue akuin gue salah atas sikap gue selama ini, tapi untuk bikin Dita sakit lagi dan membiarkan dia untuk jatuh kepelukan Abimanyu ? itu ngga akan mungkin terjadi, dan jangan terlalu berharap banyak Tuan Abimanyu.

Aku memandangi arlojiku untuk kesekian kalinya, sudah lewat dari satu jam aku menunggu Abimanyu disini. Berkali-kali juga aku dial nama Abimanyu diponselku dan tak ada jawaban, aku benci menunggu. Abimanyu kan tahu itu,tapi kenapa aku masih saja harus menunggunya. Gelato ku sudah hampir meleleh semua karena terkena tembusan hangat senja dari balik jendela. Baru saja aku berniat pergi samar-samar kulihat semburat bayangan diatas mejaku. Tanpa menengadah aku beruca keluh padanya kenapa bisa membut aku menunggu selama itu.

“Kemana aja sih Bi? Katanya loe tahu semua tentang gue, kenapa loe masih bikin gue nunggu, loe kan tahu gue ngga suka itu..”Kataku sambil membereskan sesuatu dalam tasku.

“Maaf karena membuat kamu menunggu sayang..”

 DEG!

Itu bukan Abimanyu. Aku sangat yakin kalau itu bukan suaranya, aku sangat mengenal suara itu dan entah kenapa hatiku menghangat mendengarnya. Itu suara Tara. Dan maaf karena aku ingin memeluknya sekarang, aku berusaha menahan rindu.

“Aku diminta Abimanyu datang, untuk jelasin semua, kamu udah mau dengerin aku bicara kan sayang..”
Rasanya, ada sesuatu yang luntur dlam hatiku, rindu yang perlahan mencair karena ada dia dihadapanku sekarang hingga aku tak mampu berucap.

“Aku akan jelasin semuanya sama kamu, kamu boleh marah sama aku tapi aku mohon dengerin semuanya sampai selesai dan kamu boleh melakukan apapun setelah itu..”
Aku  menatap nanar Tara. Apa aku siap mendengarkan semuanya, apakah ini akan semakin menyakiti hatiku, atau malah akan memperbaiki semuanya. Aku pasrah.

“Aku berani sumpah demi Tuhan sayang, aku ngga melakukan apapun sama Lyta di Bali. Aku baru tahu kalau itu ternyata Cuma rekaan Lyta aja untuk bikin kita pisah, Abimanyu yang cerita sama aku kalau Lyta minta bantuan dia juga untuk bikin kita  pisah. Abimanyu ngga mau lihat kamu sedih dan akhirnya dia minta aku untuk jelasin semuanya ke kamu. Demi Tuhansayang.. aku sayang kamu dan aku ngga sanggup kehilangan kamu, aku janji akan jaga sikap aku sama Lyta mulai hari ini yaa sayang, please maafin aku..”

“Dan kejadian kamu sama Lyta dulu ?”

“Sebenbernya aku udah males bahas ini, karena emang semuanya udah ngga penting sejak aku punya kamu.. Dulu aku sama Lyta emang sempet barengan, keluarga kita udah sama-sama deket dan emang punya rencana untuk lebih serius dengan tunangan dulu, tapi sebelum semuanya terjadi, ada banyak hal yang Lyta perlihatkan sama aku dan ngga bisa ditolernsi lagi.. aku pergi ninggalin dia karena emang aku kira dia bisa berubah, tapi ternyata ngga.. dia malah semakin menjdi dan aku udah ngga punya kesempatan lagi buat dia, terlebih setelah bunda tahu kelakuan Lyta.. Aku ngga mau bikin Bunda sedih dan kepikiran terus selama aku dijakarta makannya aku tinggalin Lyta. Bunda takut aku ikut terbawa Lyta sayang..”

Apa yang tadi aku dengar tidak salah ? tunangan ? sampai sejauh itu hubungan mereka ? hatiku kembali menghangat.

“Tapi kenapa dia masih aja berusaha deketin kamu sampe sekarang ?”

“Mungkin karena dia merasa cuma punya aku..

Aku menyerngitkan dahi..

“Waktu Ibunya Lyta koma dirumah sakit, aku yang nemenin dia untuk jaga Ibunya, sedangkan Ayah Lyta malah sibuk sama perempuan-perempuan yang dikencaninya secara bergantian setiap malam. Dulu Lyta juga ngga seperti ini sayang, dia sama seperti perempuan lainnya, dia ramah, anggun dan dia suka anak kecil..”Entah mengapa aku tersayat mendengar pujian Tara untuk Lyta. “Tapi semuanya berubah saat Lyta minta Ayahnya datang kerumah sakit untuk bertemu dengan ibunya karena ibunya terus manggil-mangil Ayah Lyta. Lyta cari ayahnya kemana-mana dan aku yang nemenin.. sampai suatu ketika, Lyta liat Ayahnya masuk ke Bar sama perempuan yang seumuran sama Lyta. Dan disaat yang sama Lyta denger kabar kalau ibunya meninggal di rumah sakit. Sejak saat itu Lyta jadi marah banget sama Ayahnya dan dia jadi menyesal karena ngga ada disamping ibunya disaat-saat terakhir beliau.”

“Lalu kenapa kamu tinggalin dia?”

Tara mengambil nafas berat sebelum kembali bercerita.

“Ngga cuma sampai disitu sayang, setelah pemakaman ibu Lyta, Ayah Lyta ketangkep polisi, karena kasus korupsi dan ngga lama setelah itu beliau bunuh diri di dalam sel.. Lyta udah jelas shock dan ngga tau lagi harus kesiapa selain ke aku karena emang dulu cuma aku yang nemenin dia..”

“Lyta ngga punya sodara ?”

“Setahuku Lyta itu anak tunggal, dan kedua orang tuanya pun anak tunggal, punya mungkin, saudara jauh tapi Lyta ngga terlalu dekat sama mereka. Semenjak deretan kejadian itu, Lyta berubah jadi perempuan dingin, kasar dan gampang ngiri sama orang. Termasuk kamu pada saat  itu. Lyta ngerasa dia harus dapetin apa yang dia mau dan ngga ada yang boleh ngalangin itu semua. Sampe dia beberapa kali kepergok jalan sama laki-laki lain di club, ngerokok, dan juga minum. Aku sudah semampu aku berusaha sabar tapi lama-lama aku nyerah juga. Aku pikir aku bisa bantu dia. Tapi ternyata dia ngga mau dibantu sama aku. Jadi saat dia pergi ninggalin aku aku ngga berniat sedikitpun untuk kembali sama Lyta.

“Lalu taruhan itu?”

Ka-kalau itu, aku akuin aku salah, awalnya aku dan temen-temen aku cuma iseng saat lihat kamu baru masuk kampus, tapi setelah aku dapetin kamu. Tujuan untuk dapetin taruhan itu udah sama sekali ngga penting buat aku. Yang aku tau aku udah menemukan rumah. Tempat yang bisa bikin aku begitu nyaman dan ingin terus berada disitu. Jangan pergi-pergi lagi yaa sayang, aku kehilangan tempat untuk berteduh dan aku ngga sanggup hadepin itu semua..” Ucap Tara mencekram tanganku.

“Kamu ngga merasa kasihan sama Lyta ?” tanyaku lagi.

“Awalnya aku emang kasihan, bahkan sampai sekarang. Tapi justru dia malah manfaatin rasa kasihannya aku dan malah bikin hidup aku ribet karena berusaha misahin aku sama kamu. Aku janji mulai sekarang aku akan berubah untuk nyikapin semua perlakuannya Lyta ke aku..”

Meresapi semua detil dari Cerita Tara, aku mungkin cemburu saat Tara menceritakan masalalunya dengan Lyta, tapi lebih dari itu aku bisa dibilang merasa kasihan pada Lyta. Siapa sangka wanita secantik Lyta yang tak pernah terlihat sedih ini, menyimpan begitu banyak masalalu yang kelam dan menyedihkan. Aku mungkin kesal pada Lyta, tapi aku mengutuk diriku sendiri yang tak mau mendengarkan penjelasan Tara sebelumnya. Maafkan aku sayang.

Tara berdiri menghampiriku dan memelukku. Pelukan yang tak ingin sama sekali aku tampik. Aku merindukan pelukan ini dan aku akan meninkmatinya seberapa lamapun pelukan ini berlangsung.

“Maafin aku yaa sayang...”Lirih Tara pelan. Aku hanya mengangguk.

“Aku janji ngga akan nyakitin kamu lagi, atau Abimanyu akan dengan sigap mencuri kamu dari aku..”
Aku mendongakkan kepalaku dan melihat Tara tertawa pela. Lelakiku sudah kembali dan aku tak ingin membiarkan dia pergi lagi.

“Eheeemmm ....”Abimanyu tiba-tiba sudah berada didepan kami, dan kami masih saja saling memeluk erat. 

“Udah kali pelukannya, terus gue ini meluk siapa ?” canda Abimanyu.

“Loe mau dipeluk juga Bi ? sini gue peluk..”Ucap Tara.

“Diih... Najis, kalo dipeluk Dita gue baru mau ..”Abimanyu menatapku dan menaikan sedikit alisnya. Tara langsung menghalangi tangan Abimanyu yang baru saja akan menempel dipundakku.

“Berani Bi? “ Ucap Tara dengan sorot mata tajam.

“Ha-ha-ha kalian ini apa-apaan sih ? kayak anak kecil aja tau ngga “ Aku tertawa geli. “Duduk Bi, gue pesenin Coffee Gelato buat lo..”

“Sejak kapan kamu tahu gelato kesukaan Abimanyu sayang ?” Aku menutup mulutku dengan sebelah tangan dan melirik kearah abimanyu, sedang Tara masih terus menatapku, aku malah melihat Abimanyu yang sedang tertawa licik, menertawai Tara yang cemburu padaku. Sepertinya beberapa hari berjalan bersama Abimanyu mulai membuatku mengetahui sedikit banyak tentang temen-baikku ini.

“Halaaaaah... posesif banget sih loe bro- santai aja kali, pokonya gue mau pesen apa yang gue mau dan sebagai imbalannya loe Tar yang harus bayarin pesenan gue..” pinta Abimanyu.

“Sebahagia loe bi, sebagai ucapan terimakasih, gue kasih apa yang loe mau. Asal jangan Dita aja yang loe minta..” Aku menginjak kaki Tara, tapi dia merangkulku semakin erat dihadapan Abimanyu, dan kita tertawa bersama menikmati senja yang mulai pulang kerumahnya. Seperti Tara yang berhasil pulang lagi ke ‘Rumah’ yang selama ini ia tunggu.

13.
PERTANDA


Pagi ini gue seperti merasa hidup kembali, setelah gue baikan sama Dita berkat bantuan Abimanyu. Hubungan Dita dan gue menjadi semakin baik. Bahkan bisa dibilang lebih baik. Gue mengunyah satu tangkup roti sarikaya buatan Dita dengan segelas teh hangat yang sekarang ada dimeja gue. Semalam Dita menginap di rumah gue. Nggak, kalian tenang aja, gue ngga ngelakuin apa-apa sama Dita, hanya saja Mama dan orang rumah Dita lagi pergi ke Solo untuk urusan keluarga, dan Dita yang merengek ngga mau sendirian dirumah akhirnya gue ajak Dita untuk menginap Dirumah gue. Feel like in heaven saat semalaman loe bisa meluk orang yang loe sayang, nonton dvd bareng sampe larut dan biarin dia tertidur dipundak loe rasanya bahagia banget. Apalagi pagi ini gue bisa sarapan bareng sama Dita. Sayang aja gue ngga bisa liat Dita saat dia bangun tidur karena dia yang terbangun duluan.

“Seandainya kita bisa gini terus setiap hari yaa sayang..” kata gue. Dita hanya menyerngit menahan tawa.

“Kok seandainya sih yaang, emang beneran ngga mau yaa ?” kata Dita membuat gue terdedak.

“Yaa.. pengen, pengen banget malahan. InsyaAllah yaa sayang niat kita direstuin sama Allah juga, biar waktunya cepet datang.” Dita tersenyum mendengar perkataan gue dan gue merasa kehilangan ?

Hey.. perasaan apa ini, sepagi ini dan loe sudah merasa ada sesuatu yang akan hilang ? “Loe pasti lagi demam Tar..” Gue bicara pada diri gue sendiri. Bagaimana mungkin gue bisa merasa kehilangan padahal gue memiliki segalanya. Dan bahkan sesuatu yang sangat gue inginkan kini ada dihadapan gue, tapi kenapa gue masih saja merasa ada yang kurang, atau lebih tepatnya merasa kehilangan. Gue ngga mau melanjutkan perasaan ini terlalu berlarut-larut, yang paling penting sekarang adalah Dita ada disamping gue, dan gue harus jagain dia, gue ngga mau kehilangan dia lagi untuk kesekian kalinya.

Pagi ini juga, gue melakukan rutinitas yang amat gue sukai, yaitu mengantar wanita gue ke kantor dan melihat dia melambaikan tangan kea rah gue sebelum dia masuk kedalam gedung tempat dia bekerja. Dimobil Dita masih sibuk sama rol rambut dan danannya yang menurut dia belum sempurna. Padahal tanpa kamu berdandanpun, kamu udah terlihat cantik sayang.

Gue memandang lurus kedepan, memicat tengkuk gue perlahan sambil mengedipkan mata. Gue rasa pandangan gue kabur sekarang. Apa mungkin karena minus mata gue bertambah yaa? Gue memijat pelipis gue pelan.

“Sayang .. kamu ngga apa-apa ?” Tanya Dita khawatir.

“Ngga kok sayang, cuma sakit kepala sedikit aja..”

“Kamu yakin ngga apa-apa? Aku perhatiin akhir-akhir ini kok kamu sering sakit kepala sih yaang, apa ngga lebih baik kita check up kerumah sakit aja yaang..”Kalau udah urusan begini, Dita emang paling bawel deh. Dia khawatir banget kalo liat gue lagi ngga enak badan gini.

“Sayaaang… aku ngga apa-apa kok, nanti juga sakit kepalanya hilang..” gue berusaha menenangkan Dita. “Tapi boleh gantiin aku nyetir dulu ngga sugar ? Mata aku berat banget.”

Dengan sigapnya Dita turun dari mobil dan langsung berpindah tempat duduk ke belakang setir. Gue merebahkan badan gue di kursi sebelah Dita. Dia terus mengajak gue untuk kerumah sakit tapi gue menolak. Gue yakin gue Cuma sakit kepala biasa, mungkin karena terlalu banyak pekerjaan sehingga menyebabkan gue kurang tidur, atau juga mungkin karena gue terlalu lelah. Everything its gonna be ok sugar, don’t be worry..

-Dita

Aku terus mamandangi Tara, ini bukan pertama kalinya aku melihat dia menahan sakit sambil memegang kepalanya. Seingatku dulu Tara tidak pernah sesering ini menahan sakit. Tapi akhir-akhir ini aku semakin sering melihatnya menahan sakit bahkan ketika bersamaku dia sama sekali tak bisa menutupi rasa sakitnya. Dan kali ini, Tara merebahkan badannya di kursi sebelahku sambil memejam dan mengatur nafasnya yang berat, sedangkan tangannya masih terus menahan sakit di kepalanya. Berulang kali aku mengajak Tara untuk check up ke rumah sakit dan berulang kali juga Tara menolaknya. Dia selalu berkelah kalau itu hanya sakit kepala biasa, sedangkan aku mati-matian menahan rasa khawatirku dihadapannya, meski aku akui aku tidak berhasil melakukan itu.

“Kamu serius ngga mau aku anter pulang aja sayang ?”

“ I’m Ok sugar.. kamu berlebihan deh, aku ngga mungkin pulang kan banyak kerjaan dikantor..”

“Apa ngga sebaiknya kamu pulang aja sayang, muka kamu keliatan pucat banget loh, lagian kamu kuat apa nyetir sendiri ke kantor?”

“Aku ngga apa-apa sayang, lihat kan aku udah mendingan.. aku janji kalo kepala aku sakit lagi aku akan pulang deh..” Kata Tara sambil mengusap lembut pipiku. Aku memasang wajah sendu, berharap Tara akan menuruti keinginanku untuk pergi pulang karena aku sangat mengkhawatirkannya, tapi ternyata aku gagal. Tara masih bersikukuh kalau dia baik-baik saja dan memutuskan untuk kembali ke kantornya. Aku keluar dari mobil dengan berat, melambaikan tanganku kea rah Tara yang sudah mulai beranjak dari depan kantorku. Aku menatapnya sampai menghilang tapi ada perasaan yang mengganjal begitu kuat dalam diriu. Mungkin karena aku terlalu mengkhawatirkan keadaan Tara.




14.MEET MY BRO

“ Sorry bro nunggu lama, udah pesen makan ?” Abimanyu menyapa gue.

“ Santai Bi, gue aru datang kok.. gimana ?”

“Kebiasaan loe, to the point banget! Gue kan baru nyampe Tar, belom napas udah loe tanyain soal kerjaan aje..”




“Hahaha… time is money bro- gue ngga mau buang-buang waktu gue yang berharga, dari pada gue buang waktu gue buat ketemuan sama loe, mendingan gue ketemu calon istri gue..” canda gue.

“Calon Isteri… ya..yaa..yaaa.. gue emang kalah telak sama loe Tar” Abimanyu menekan kata ‘Calon Isteri” yang gue lontarkan barusan dan kami tertawa lepas meratapi pengakuan Abimanyu tentang kekalahannya mendapatkan Dita.

“Kaliaaan ??? Kok bisa barengan??”

Ahh- perempuan ini lagi, kenapa sih Lyta harus datang disaat-saat yang tidak tepat. Gue mulai malas menanggapi perempuan ini yang sudah mulai keterlaluan. Perasaan iba yang dulu ada saat melihat diapun sekarang seakan-akan hilang begitu saja.

“Eh.. elo Lyt.. sini gabung, gue sama Tara lagi pesen makan, Loe mau sekalian?” Abimanyu memandang kearah gue dan Lyta bergantian.

“Abimanyu! Loe harus jelasin sesuatu sama gue, ngapain loe bisa sama Tara, Loe ngga inget tujuan kita Bi.. bukannya loe udah buat perjanjian sama gue? “ Lyta menarik tangan Abimanyu dari jauh gue bisa mendengarkan apa yang diucapkan Lyta barusan, dan gue mulai geram.

Gue dengan santai menghampiri Lyta yang sedang beradu mulut dengan Abimanyu. Gue rasa gue ngga harus menjelaskan apapun sama Lyta sekarang. Gue harus benar-benar merubah semua sikap gue sama Lyta.

“Perjanjian apa Lyt ?” tanya gue, Lyta yang gelagapan mencoba mencari alasan untuk gue tapi belum sempat dia mengeluarkan kata-kata gue sudah menyelak dia untuk bicara terlebih dahulu.

“Perjanjian loe untuk merusak hubungan gue sama Dita, Lyt ? mungkin loe pintar bisa menyusun rencana serapih ini, tapi Abimanyu, dia jauh lebih pintar untuk tidak beeprilaku licik seperti loe..” gue menatap Lyta lekat-lekat 
“Gue tahu loe menyimpan beban berat dalam hidup loe Lyt, gue berusaha untuk ngerti posisi loe seperti apa, tapi loe juga harus ngerti Lyt, ngga semua hal bisa loe dapetin dengan cara yang licik. Bukan berarti wanita diluar sana bisa dapetin bokap loe dengan cara mereka, loe juga bisa dapetin apa yang loe mau dengan cara loe Lyt. Loe pernah sakit hati tapi jangan sekalipun loe biarin diri loe untuk nyakitin orang lain juga. Loe tahu, dengan begini loe bukan hanya nyakitin orang lain Lyt, tapi juga diri loe sendiri, karna loe masih terus berada dalam masa lalu yang ngga mau loe buang untuk masa depan. Semua akan ada balesannya Lyt tanpa loe melakukan apa-apa sama mereka. Nyokap loe pasti kecewa banget sama lo Lyt.”

Lyta mulai mengeluarkan air matanya, dan yang ngga gue sangka dia menampar Abimanyu. Mungkin dia merasa dikhianati oleh Abimanyu. Gue harap Abimanyu masih punya cukup kesabaran untuk ngadepin perempuan sebengal Lyta dan tidak malah ikut berlaku kasar pada Lyta.

“Loe pergi aja Tar, gue rasa semua omongan loe akan percuma aja buat perempuan ini, biar gue yang ngadepin perempuan kayak gini…”

Gue lalu pergi meninggalkan Abimanyu dan Lyta yang mulai beradu mulut di restoran ini. Lyta memang keterlaluan dan gue ngga ngerti sampe sekarang kenapa dia bisa jadi se-jahat ini. Dendam masa lalu yang masih dia bawa sampai sekarang, dan Abimanyu… lagi-lagi dia membantu gue untuk menghadapi masalah gue, entah harus gimana berterima kasih sama Abimanyu untuk sekarang. Dari balik kaca mobil gue masih melihat Lyta yang terisak dan Abimanyu yang mencengkram tangan Lyta, menatap manik mata Lyta begitu dalam. Gue harap Lyta bisa menerima semuanya. Dia harus berhenti untuk menyakiti orang lain dan dirinya sendiri.





15.
HARI MENUJU PERNIKAHAN


Aku melihat Tara sedang sibuk mengetik di laptopnya, sampai-sampai dia tidak sadar akan kedatangan ku saat aku membuka pintu ruangannya. Hari ini aku mengunjungi Tara ke kantor, biasanya aku membawakan makan siang yang kubeli sebelum sampai dikantor Tara atau aku akanmengajak Tara untuk makan diluar, tapi kali ini aku membawa sesuatu yang membuat hatiku berbunga-bunga dan terus tersenyum sepanjang perjalanan ku menyetir tadi. Aku membawa sample undangan. Aku sudah tidak sabar memperlihatkan ini pada Tara, aku sudar men-sortir semua undangan yang ada dipercetakan kemarin, dan menurutku lima undangan inilah yang paling aku sukai, Tara tidak menyukai terlalu banyak pilihan. Karena itu aku hanya akan menunjukan beberapa dari sekian banyak yang sudah kupilih. Kebiasaan sekali lelaki ku ini, bahkan ketika aku sudah duduk dihadapannya dia masih saja tidak menyadari keberadaanku.

“Sudah setengah jam terlambat untuk meeting intern pak..” Aku menggoda Tara. Tara yang mendengar kata terlambat langsung memperhatikan jamnya, berdiri lalu membenahi berkas yang ada di atas mejanya. Ia masih belum menyadari keberadaanku.

“Bilang 15 menit lagi saya sampai..”Kata Tara panik.

“Sayang, ini aku…..”aku berdecak kesal, dan Tara mengerutkan dahinya.

“Aahh.. kamu ! bikin panik aja deh …”

“Abisnya aku udah disini lima menit dan kamu sama sekali ngga menyadari kebeadaan aku ? keterlaluan..”

“Hahaha… maafin aku sugar, abis deadline aku udah mepet banget. Kamu  bawa apa? “ Tara lalu melirik ke totebag yang aku letakan diatas meja. Dan aku berubah menjadi antusias-sangat antusias.

“Ini contoh undangan yang aku lihat kemarin sama mama, aku bingung milihnya, banyak bangeet. Tapi akhirnya aku pilih lima ini, menurutku ini yang paling bagus, kamu mau pilih yang mana ?”

Tara melihat-lihat contoh undangan yang aku bawa, dan membenarkan kacamatanya dengan sebelah tangannya.
“Semuanya bagus kok, terserahkamu aja sayang..””

“Ih.. kok gitu, aku kan kesini minta pendapat kamu, kan ini untuk pernikahan kita berdua, masa iya aku sendiri yang pilih..”

“Yaudaah…”Tara berfikir sejenak, “Kalau aku lebih suka yang ini, lebih elegant dan classic..”

“White broken?”

“Iya, kenapa ? kamu ngga suka yaa?”

Aku menimbang sejenak, sebenarnya undangan yang dipilih Tara kurang sesuai dengan tema pernikahan kita yang pink and purple, tapi kupikir lagi, tidak apalah aku juga menyukai warna putih bukan.

-Tara-

Jakarta, Jam 01.00 wib

Entah kenapa gue terbangun dari tidur gue yang gue rasa cukup nyenyak kok. Dan entah kenapa juga tiba-tiba gue ingin menulis. Gue mengambil beberapa lembar kertas yang ada di dalam laci meja gue, mengambil pulpen yang terganting disaku kemeja gue dan gue duduk menghadap jendela kamar gue yang dipenuhi cahaya lampu luar. Bukankah aneh bukan ? gue juga merasa ini aneh tapi gue ngga ngerti kenapa gue bisa ngelakuin hal ini.
Awalnya gue bingung akan menulis apa, dan ketika Dita muncul dipikiran gue, gue bisa menulis dengan lancar. Entah apa yang gue tulis tentang Dita, tapi gue sangat ingin menuliskan ini. Tentang Bunda, bahkan tentang segala kebahagiaan gue yang sebentar lagi akan memperisteri Dita. Tiba-tiba saja kepala gue terasa sakit. Ah.. sial! Sepertinya sakit kepala ini sudah mulai mengganggu aktifitas gue.

Gue menatap jam dinding kamar gue, dan gue teringat kalau pagi ini gue ada meeting dengan client penting dari Jepang, dan setelah itu gue ada janji untuk fitting baju sama Dita, Mama, dan Bunda. Gue ngga mau melewatkan itu semua jadi gue pikir, gue harus memaksakan tidur meski mata gue terasa berat untuk memejam.

From: Mine’s
Sayang .. Aku sama Mama dan Bunda udah ada di boutique yaa, kamu udah selesai meeting ? aku tunggu disini yaa hon..”

Pesan singkat dari Dita masuk ke ponsel gue, dan gue sudah sangat ingin bertemu mereka. Gue langsung masuk kedalam mobil dan mengemudikan mobil gue dengat cepat. Gue sudah membayangkan Dita mencoba kebaya yang selama ini terus dia bicarakan, gue juga ngga tahan pengen denger komentar Bunda dan Mama saat mereka lihat Dita dan gue pake baju pernikahan yang akan kita kenakan nanti.

Gue menatap lurus kejalan, dan terus mengemudi. Gue memijat pelipis mata gue pelan,  dan sakit kepala itu muncul lagi. Gue ngga ngerti kenapa sakit kepala ini sering banget muncul akhir-akhir ini. Gue ingin berhenti tapi gue berada dijalan tol sekarang. Ngga, gue baik-baik aja kok, dan sebentar lagi gue akan sampai, gue memaksakan diri gue untuk tetap focus dan melupakan sakit kepala ini, tapi pandangan gue kabur dan ini sakit kepala yang lebih hebat dari sakit kepala gue yang kemarin-kemarin. Konsentrasi gue buyar dan gue ngga ngerti mesti ngelakuin apa.

SemenTara aku sedang mematut diri didepan cermin, Bunda dan Mama terus melihat catalog untuk membuat baju keluarga. Ada perasaan sumeringah dalam diriku, aku tidak menyangka akhirnya aku bisa menggunakan gaun ini untuk penikahanku nanti. Undangan sudah naik cetak, souvenir dan venue sudah siap dan ini adalah fitting terakhir sebelum pernikahanku berlangsung. Aku merasa hidup ku sekarang sempurna. Aku punya segalanya dan aku akan hidup bahagia bersama Tara.

Terdengar ponselku bordering, dibantu mbak yang memakaikan gaun pernikahanku, aku mengambil tas dan merogohnya untuk menemukan ponselku. Dari Tara dan aku tersenyum sesaat sebelum aku mengangkat telepon darinya.

“Sayaang.. udah dimana ? Masih lama ?” kataku.

DEG!!!!
Ponselku terjatuh dan seketika aku menutup mulutku dengan kedua tangan, aku yakin aku salah dengar barusan. Bukan Tara yang mengangkat telepon tadi tapi dar pihak kepolisian. Tara kecelakaan dan dia dilarikan ke rumah sakit daerah Jakarta barat. Ngga bukan itu bukan Tara, tubuhku rasanya lemas aku terisak saat itu juga, Bunda dan mama menghampiriku, Bunda mengambil ponselu yang terjatuh kemudian ikut menangis.
“Bunda, itu bukan Tara kan Bunda..” isakku pada Bunda yang juga ikut menangis.

“Tenang yaa sayang, insyaAllah Tara akan baik-baik aja, kita doain dari sini yaa semenTara Tara berjuang.”
Aku tidak tau apa yang Bunda bicarakan di telepon tadi, Tara berjuang ? berjuang atas apa? Bukankah Tara baik-baik saja dan harus baik-baik saja.



16.
ANEURISMA


Lorong rumah sakit ini dipenuhi oleh raut muka panik. Bunda dan Mama berada disampingku yang masih saja terisak. Abimanyu dan mas Afree juga ada disini. Sudah satu jam dan dokter masih belum keluar dari ICU, Tara disana dan gue sangat ingin menemaninya.

“Saudara Tara mengidap Aneurisma ada pembuluh dara diotaknya yang pecah.”

“Aneurisma itu apa dok?” tanya Bunda terbata-bata.

“ Aneurisma adalah kelainan pembuluh darah diotak kerena lemahnya dinding pembuluh darah, bisa jadi dikarenakan karena ketidak mampuan menahan tekanan darah yang relatif tinggi. Apakah sebelumnya keluarga atau saudara Tara sendiri sudah mengetahui hal ini ? “

“Tidak, jadi penyebab sebenarnya apa dok dari penyakit ini ? “Mas Afree yang sedari tadi melihat aku Bunda dan Mama masih menangis memutuskan bicara pada dokter bersama Abimanyu. Aku  hanya bisa mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan m,asih tak percaya dengan apa yang kudengar ini.

“Penyebabnya bisa karena terjadi peradangan pada aorta, virus atau bisa juga ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah, jika sebelumnya penyakit ini sudah diketahui kita bisa menanggulangi Aneurisma dengan upaya pembedahan dengan menjapit leher Aneurisma yang biasa kita sebut dengan metode Endovaskular.”

“Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan Tara dok?” Abimanyu bersuara.

“Embolisasi ! itu adalah upaya pemasukan bahan-bahan tertentu kedalam aliran darah untuk pengobatan sumbatan pembuluh darah. Saat ini, keadaan saudara Tara masih koma, kita harus menunggu hingga keadaannya stabil baru kita bisa lakukan tindakan ini.”

Tapi masih banyak peluang untuk bisa sembuh kan Dok?” Tanya Abimanyu.

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin..”

Aku menangis sejadi-jadinya, Abimanyu memelukku, berusaha menenangkan.

Sudah tiga hari Tara koma, dan keadaannya masih belum membaik.

Aku memandangi Tara yang terkulai lemas diatas ranjang, dengan menggunakan pakaian hijau dan selang dimulutnya, dia terlihat begitu tenang.banyak sekali peralatan yang mengelilingi ranjang Tara, melihat semua mesin itu berbunyi mengikuti detak jantung Tara, membuatku sesak menahan tangis. Aku tidak boleh menangis dihadapan Tara dia tidak suka itu.
Semakin dekat dengan Tara yang masih terkulai begitu saja, selang infus, selang darah dan kabel-kabel yang menempel ditubuh Tara, membuat kamu terlihat seperti robot sayang, lekas bangun, kita kan akan menikah. Aku menggenggam tangannya, merasakan telapak tangan Tara yang terasa sangat dingin.

“Kamu ngga capek tidur terus sayang? Aku kesepian tanpa kamu, ayo dong.. cepet bangun, kita kan akan menikah, kamu juga belum fitting baju kamu loh hon..” Aku bicara pada Tara, meski ia tidak terbangun aku yakin dia mendengar apa yang aku ucapkan.

“Semalam Bunda minta aku pulang setelah shalat isya, aku sebel karena aku pengen disini sama kamu tapi sampai sekarang Bunda terus nyuruh aku untuk pulang..”

“Dit….” Suara Abimanyu memanggilku. “Gue rasa Tara juga akan ngelakuin hal yang sama kayak Bunda, loe mendingan pulang deh, istirahat. Udah beberapa hari ini loe ngga tidur dan makan. Tara pasti akan marah sama loe kalau dia tahu..”

“Tapi gue pengen nemenin Tara Bi, gue pengen pas dia bangun gue orang pertama yang dia lihat..”

“Nanti loe bisa balik kesini lagi Dit, gue yang jemput loe nanti..”

“Aku pulang dulu yaa sayang, kalau mau bangun, bangun aja ngga usah nungguin aku, nanti aku balik kesini lagi yaa hon..” Aku beranjak dari kursi sebelah Tara, dan mengecup keningnya lembut. Ekor mataku menangkap Abimanyu yang memandangi ku dengan miris, aku tidak peduli tapi terimakasih Bi Sudah ada disini untuk ikut menemani Tara.
  
 17.
JAGA AKU DARI SANA

“Tara, Bunda Ikhas kalau Tara mau nemenin ayah disana. Bunda malah seneng karena banyak yang jagain Bunda disini nak..Tara boleh pergi..”

“Bundaa! Bunda bilang apa sih, Tara itu baik-baik aja Bunda, sebentar lagi Tara juga bangun Bunda..” Aku mendengar perkatan bunda saat aku membuka kamar Tara.diikuti dengan Abimanyu yang datang bersamaku. Bunda ngga boleh ngomong begitu. Tara itu baik-baik saja.

“Sayang, Ikhlasin Tara. Kasihan kalau Tara terlalu lama seperti ini..” Bunda memelukku dan berlalu meninggalkan aku dan Tara.

Aku menatap Tara sedih.

“Kamu mau pulang sayang ? mau ketemu Ayah sama Papa ? terus aku disini sama siapa nanti ? “ Aku menggenggam Tangan Tara dan menyandarkan kepalaku ketangannya. Abimanyu masih berdiri dibelakangku.

“Bangun sayang, kamu ngga pegel seminggu ini tidur terus ? aku kangeeen…”suaraku semakin bergetar.

“Kalau kamu emang mau pergi, kamu harus janji untuk jagain aku dari sana ..” Dita bodoh, Apa yang kamu bilang barusan. Aku semakin terisak.

Ku perhatian suara detak jantung Tara dari elektrokardiograf (mesin pengukur detak jantung) disebelah Tara, semakin lama suaranya makin melambat, garis yang ditimbulkannya pun semakin berjarak. Aku memandangi lelakiku yang sudah terlihat pucat.

“Kamu capek sayang ? aku sayang kamu..” Tangisku pecah saat ku dengar mesin elektrokardigraf berbunyi terus tanpa henti dan garisnya menunjukan garis lurus tanda jantung terhenti. Aku histeris ! Tara pergi berbarengan saat aku mengatakan aku menyanyangi dia.

Semua orang berhamburan keruangan Tara, bukan untuk melihat Tara yang siuman tapi untuk menangisi kepergian Tara.
Aku menggoyangkan badan Tara memintanya bangun, air mataku sudah sukses menetes dengan derasnya, Abimanyu memeluku untuk menghentikan tindakan bodohku ini tapi aku malah terisak berontak dalam pelukan Abimanyu. Memukul dadanya yang bidang karena kenyataan yang tak berpihak padaku.

Kamu capek yaa sayang ? aku ikhlas kok-aku mencoba ikhlas..


  
18.
SURAT TARA

Aku menabur ratusan lembar bunga mawar putih diatas tanah merah yang masih basah. Aku masih tidak percaya Tara sudah pergi untuk selamanya, bagiku semua terjadi begitu cepat. Hari ini harusnya jadi hari pernikahanku dengan Tara, tapi ternyata aku malah mengantarnya pulang berdekatan dengan Ayah dan juga Papa.

Tatapanku masih kosong terpaku pada nisan bertuliskan ‘Kastara Yatha Waradana’. Lelakiku yang amat sangat aku cintai.

Sekilas aku melihat Bunda yang masih terus menangis, aku yakin beliau sama terpukulnya sepertiku. Aku mati-matian menahan tangis yang sudah memenuhi pelupuk mata, aku tidak ingin menangis karena Tara membenci itu.
Satu demi satu mereka yang mengantar Tara pergi berhamburan termasuk Bunda yang dipapah Mama untuk masuk kemobil dan pulang kerumah. Mas Afree baru saja akan membantuku bangun tapi aku mengelaknya. Aku masih ingin bersama Tara.

“Sayang… kamu beruntung! Kamu pergi ditemani senja yang kita suka, kamu pergi saat langit sedang teduh dan membawa udara sejuk. Bukankah kita selalu menikmati hal ini berdua sayang ?” Aku mungkin sudah gila bicara sendiri dengan nisan yang ku usap lembut. Tapi aku bisa lebih gila kalau aku tidak melakukannya. “Setelah aku pulang, kamu baik-baik disana yaa sayang, titip salam aku untuk Tuhan supaya bisa nguatin aku tanpa kamu disini.. dan kamu jagain aku sama Bunda dari sana yaa..”

Bayangan seseorang terlihat oleh ekor mataku. Benar saja, Abimanyu sedari tadi masih disini, dia tidak ikut pulang bersama yang lainnya.

“Tara hebat Dit, Dia pergi saat gue benar-benar merasa dikalahkan”

Aku tersenyum lesu.

“Maafin gue bro- untuk semua kesalahan gue kemarin dan terimakasih untuk mengajarkan gue bagaimana cara mencintai seseorang. Gue salut sama lu bro- “ Abimanyu menatap kearahku.

“Dit, gue tadi dititipin Bunda, Bunda bilang dia nemuin ini di meja Tara tadi pagi..: Abimanyu menyerahkan selembar kertas biru yang terlipat rapih ketanganku. 
Aku membukanya perlahan...

Jakarta, 03 November 2013
01.0   WIB

Hi.. Sugar…
Malam ini aku terbangun, entah karena apa tapi tiba-tiba saja aku ingin menulis tentang kita.
Kita? Tunggu dulu- sepertinya kalau menulis tentang kita aku tidak akan sanggup sayang. Karena terlalu banyak yang ingin aku tuliskan tentang kita.
Bagaimana kalau aku menulis tentang kamu saja ? aku rasa itu sedikit lebih mudah.

Pramudita Shula Elyesia…
Kamu  ingat saat kali pertama kita bertemu ? Aku begitu sulit mendapatkan namamu, karena kamu jutek sekali saat itu. Kamu hanya memberiku clue arti dari namamu. “Wanita pandai bercahaya yang datang dari surga”dan aku dengan semangatnya mencari namamu di internet, bahkan aku sampai membeli buku arti nama-nama untuk sekedar tahu namamu.

Aku tidak akan menulis terlalu banyak sayang, karena aku sadar tulisanku jelek dan kamu selalu mengejeknya. Tapi aku menyukai itu, aku suka saat kamu mulai mengejek ku dan tertawa setelahnya. Aku suka melihatmu tersenyum.
Sampai detik ini aku masih tidak percaya kalau beberapa minggu lagi, atau kuhitung 2o hari lagi kita akan menikah dan menjadi pasangan suami-isteri. Aku tidak menyangka kalau kita ada dititik ini.

Terimakasih untu semua perjalanan yang sudah dan akan kita lewati setelah ini yaa sayang.
Terimakasih untuk tetap bertahan dalam keadaan apapun bersama aku.
Terimakasih untuk mau menjadi anak Bunda. Kamu dan Bunda adalah yang paling berharga untuk hidupku saat ini, kelak saat kita punya anak, anak kita akan menambah deretan orang yang paling berharga untuk hidupku.
Terimakasih untuk mau menjadi isteriku sugar.
Saat aku menuliskan ini, kepalaku terasa sakit lagi. Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini sakit kepala sering sekali datang, mungkin kamu benar, aku harus chek up kerumah sakit. Setelah selesai acara pernikahan kita nanti, kamu temani aku kerumah sakit yaa sayang.

Maafkan aku karena selalu membuatmu khawatir. Itu karena aku yakin kalau aku baik-baik saja.
Maafkan aku untuk waktu kita yang berkurang.
Maafkan aku untuk sikap dan kebiasaan yang tidak kamu sukai.
Maafkan aku kerena telah membuatmu menangis.

Kamu mungkin tahu kalau aku sayang kamu, tapi mungkin yang tidak kamu tahu adalah aku menyayangi kamu lebih dari diriku sendiri..

I Love You
Kastara Yatha Waradana





-The End-


Komentar

  1. aish bersambungnya nanggung banget! haha.. meski belum tau kejelasannya kayak gimana, kalo ternyata emang Tara jalan bareng ama Lyta dan terbukti mreka jalin hubungan lagi, gue (diposisinya pacarnya) akan langsung gundulin palanya Lyta tuh, XD..

    BalasHapus
  2. haha ide yang bagus, tunggu lanjutannya yaa kak hihi :D

    BalasHapus
  3. Yah.. Kentang.. Sial.. :)))
    Oke.. Gue tunggu lanjutannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaaaak abaang :D
      Terimakasih sudah mampir, soon yaa bang..
      Sebenernya, lanjutannya sudah ada dan lumayan panjang bang, tp msh belum percaya diri untuk diposting ke blog :(
      Sering sering mampir yaa bang :))

      Hapus
  4. Wuih pengen baca kelanjutannya nih :)

    BalasHapus
  5. Lyta dan Dita masih ada aku. kalem. keren ih sumpah ceritanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih :)
      iya boleh Lyta avaliable kok asal tahan aja sama dia *eh ('._.)//|

      Hapus
  6. dew kelanjutannya mna ihh.. sampe part 18 buruuuuuu....

    BalasHapus
  7. Njeeeerrrr kentaaaang.....
    Lanjoooottt buruuuuuu :))

    BalasHapus
  8. no 4 Bagus romanti, tunggu kelanjutanya,kalo dah nikah Ceritanya>>>
    tapi kayaknya cocok ntuk 17 + Deh hehe

    @ Cinta Sejati Blog's

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer